![]() |
| U.S. Navy Photo by Mass Communication Specialist 2nd Class Kaitlin Young |
Presiden Venezuela Nicolás Maduro dilaporkan meminta bantuan militer dari Rusia, Tiongkok, dan Iran di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat yang menempatkan kapal-kapal perangnya dalam jarak serang ke wilayah Venezuela.
Informasi ini terungkap dalam dokumen internal pemerintah AS yang diperoleh The Washington Post dan dilaporkan oleh The Moscow Times pada Jumat (31/10).
Menurut laporan tersebut, sebuah pesawat angkut militer Rusia, Il-76, mendarat di Caracas pada Jumat pagi waktu setempat, hanya beberapa jam setelah Moskow meratifikasi perjanjian kemitraan strategis baru dengan Venezuela. Langkah itu menandai babak baru kerja sama militer kedua negara di tengah situasi yang memanas di Karibia.
Permintaan lerbaikan jet dan rudal
Dalam surat yang dikirimkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin pada pertengahan Oktober, Maduro meminta dukungan berupa 14 unit rudal, perbaikan jet tempur Sukhoi Su-30MK2, serta perombakan delapan mesin dan lima radar buatan Rusia. Ia menyebut jet Su-30 sebagai alat penangkal terpenting yang dimiliki Pemerintah Nasional Venezuela saat menghadapi ancaman perang.
Surat tersebut juga mencakup rencana pembiayaan tiga tahun melalui konglomerat pertahanan negara Rusia, Rostec, meski tanpa rincian nilai. Selain kepada Rusia, Maduro juga menghubungi Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk meminta kerja sama militer yang diperluas menghadapi eskalasi antara AS dan Venezuela.
Tak berhenti di situ, Menteri Transportasi Venezuela Ramón Celestino Velásquez dikabarkan berkoordinasi dengan Iran untuk memperoleh perangkat deteksi pasif, pengacau GPS, serta drone dengan jangkauan hingga 1.000 kilometer, sebagaimana dilaporkan oleh The Kyiv Independent dan RBC Ukraine.
Armada AS kian dekat ke Venezuela
Langkah Maduro ini muncul seiring meningkatnya kehadiran militer AS di Laut Karibia. Citra satelit terbaru menunjukkan kapal perang Amerika berada sekitar 124 mil dari Pulau La Orchila, lokasi pangkalan udara strategis Venezuela.
Kelompok amfibi USS Iwo Jima dan kapal perusak berpeluru kendali USS Gravely kini telah bergabung dengan kapal penjelajah USS Gettysburg, menambah total kekuatan laut AS menjadi sembilan kapal perang di wilayah tersebut. Kapal induk terbesar Angkatan Laut AS, USS Gerald R. Ford, dilaporkan sedang menuju perairan Karibia, menurut Newsweek dan The Economist.
Presiden Donald Trump pada Oktober lalu menyatakan “konflik bersenjata non-internasional” dengan kartel narkoba, yang memberikan dasar hukum bagi militer AS untuk menyerang kapal yang dicurigai terlibat penyelundupan.
Sejak September, operasi militer AS di kawasan itu telah menewaskan sedikitnya 61 orang. Maduro menolak tuduhan keterlibatan dalam perdagangan narkoba dan menuduh Washington berupaya “mengincar sumber daya alam Venezuela”.
Respons Rusia masih terbatas
Kendati Rusia telah meratifikasi perjanjian kemitraan strategis pada 27 Oktober, sejumlah analis meragukan kemampuan Moskow untuk memberikan dukungan militer besar-besaran, mengingat fokus utama Kremlin masih tertuju pada perang di Ukraina.
“Fakta bahwa kami telah memindahkan lebih dari 10 persen aset angkatan laut kami ke Karibia sudah merupakan kemenangan tersendiri bagi Putin,” ujar mantan Duta Besar AS untuk Venezuela, James Story, dikutip The Washington Post. “Minat baru Rusia di Belahan Barat membuat perhatian Moskow pada Ukraina menjadi terbagi.”
Rusia diketahui memiliki kepentingan ekonomi besar di Venezuela melalui perusahaan energi negara Rosneft, yang memproduksi sekitar 107.000 barel minyak per hari dari usaha patungan di negara tersebut.
Namun, banyak peralatan militer Venezuela yang dibeli dari Rusia dilaporkan sudah usang, dengan hanya segelintir jet tempur Sukhoi yang masih berfungsi penuh sejak 2018.
Situasi ini menandai ketegangan terbaru dalam hubungan antara Washington dan Caracas, di tengah upaya Maduro memperkuat aliansi militer dengan kekuatan besar non-Barat.

0Komentar