![]() |
| Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memantau latihan tembak artileri gabungan Tentara Rakyat Korea pada Maret tahun lalu, menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA). (Foto: KCNA/Yonhap) |
Korea Utara memperingatkan akan mengambil tindakan yang lebih ofensif terhadap Amerika Serikat dan Korea Selatan setelah meningkatnya aktivitas militer di Semenanjung Korea. Peringatan itu disampaikan Sabtu (8/11), menyusul kedatangan kapal induk bertenaga nuklir USS George Washington di pelabuhan Busan serta kunjungan pejabat pertahanan kedua negara sekutu ke Zona Demiliterisasi (DMZ).
Menteri Pertahanan Korea Utara No Kwang Chol menuduh Washington melakukan “gerakan militer yang kurang ajar” yang dianggap mengancam keamanan negaranya.
Dalam pernyataan yang disiarkan Korean Central News Agency (KCNA), No mengatakan Pyongyang akan “menunjukkan tindakan yang lebih ofensif terhadap ancaman musuh berdasarkan prinsip mempertahankan perdamaian dengan kekuatan yang dahsyat.”
Pernyataan itu muncul sehari setelah Korea Utara menembakkan rudal balistik jarak pendek ke arah Laut Timur pada Jumat (7/11). Militer Korea Selatan menyebut rudal tersebut terbang sekitar 700 kilometer sebelum jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang.
Komando Indo-Pasifik AS menyatakan peluncuran itu tidak menimbulkan ancaman langsung bagi wilayah atau personel AS, namun mencerminkan “dampak yang tidak menentu” dari kebijakan Pyongyang.
Kunjungan bersama Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dan Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back ke DMZ pada Senin lalu turut memicu peningkatan ketegangan di Semenanjung Korea.
KCNA menyebut kunjungan itu sebagai ekspresi terbuka dari sifat bermusuhan Washington dan Seoul. Menurut AP News, kunjungan ini merupakan yang pertama kali dilakukan bersama oleh kepala pertahanan kedua negara dalam delapan tahun terakhir.
Sehari setelahnya, kedua menteri menggelar Pertemuan Konsultatif Keamanan tahunan di Seoul. Dalam pembicaraan itu, keduanya menegaskan komitmen memperkuat aliansi militer di tengah program nuklir dan rudal Korea Utara yang terus berkembang. Pertemuan tersebut bertepatan dengan latihan udara gabungan Freedom Flag yang melibatkan ratusan pesawat tempur dari kedua negara.
Sementara itu, di tengah meningkatnya ketegangan, muncul kembali sinyal diplomasi dari Washington. Presiden Donald Trump menyatakan kesediaannya bertemu kembali dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Namun hingga kini, Pyongyang belum memberikan tanggapan.
NBC News melaporkan, Badan Intelijen Nasional Korea Selatan memperkirakan peluang pertemuan puncak antara Trump dan Kim bisa terjadi tahun depan, meski pembicaraan kedua negara masih mandek sejak perundingan di Hanoi pada 2019.
Dalam perkembangan lain, Washington baru-baru ini menyetujui rencana Korea Selatan membangun kapal selam bertenaga nuklir. Langkah itu, menurut Reuters diperkirakan dapat memicu respons baru dari Pyongyang yang selama ini menentang kehadiran aset strategis AS di kawasan.

0Komentar