![]() |
| Ketimpangan kian menganga di Indonesia, 1 persen kelompok terkaya disebut menguasai hingga 50 persen kekayaan nasional. | ANTARA FOTO/Aprillio Akbar |
Pemerintah menyoroti risiko ketimpangan yang masih tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi yang stabil. Dalam Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2026 di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (20/11/2025), Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyebut kondisi saat ini sebagai bentuk kemacetan struktural karena pertumbuhan yang tercatat positif tidak terdistribusi merata.
Ia merujuk pada data rasio Gini sekitar 0,38 dan porsi kekayaan nasional yang menurutnya hampir setengahnya dikuasai 1 persen kelompok terkaya.
Cak Imin menjelaskan bahwa akumulasi kekayaan yang menumpuk di satu kelompok membuat manfaat pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya dirasakan masyarakat.
“Pendekatan kita terhadap kemiskinan juga telah berubah dari bantuan sosial menjadi paradigma pemberdayaan,” ujarnya dalam sambutan pembukaan. Ia menambahkan, setidaknya 2,38 juta warga masuk kategori miskin ekstrem dan setengahnya berada di desa.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menekankan perlunya perbaikan desain ekonomi nasional dengan memperkuat pertumbuhan dari desa.
Menurutnya, keberhasilan pemberdayaan desa berperan penting untuk menekan ketimpangan jangka panjang dan memastikan warga di lapisan bawah mendapatkan akses terhadap produktivitas ekonomi.
Pertumbuhan stabil, distribusi kekayaan tidak
BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,04 persen pada kuartal III 2025. Proyeksi OECD turut memperkirakan pertumbuhan berada di kisaran 4,9 persen sepanjang tahun. Namun, sejumlah indikator sosial menunjukkan pemerataan belum optimal.
Kelompok petani, nelayan, dan pekerja informal dilaporkan tidak mengalami kenaikan pendapatan yang sepadan dengan kenaikan harga kebutuhan dasar.
Data historis dari Oxfam pada 2016 menyebutkan bahwa top 1 persen menguasai sekitar 49 persen total kekayaan penduduk dewasa Indonesia. Kajian World Inequality Report 2022 yang dikutip sejumlah penelitian domestik menunjukkan tren ketimpangan kekayaan meningkat dalam dua dekade terakhir, terutama terkait kepemilikan aset dan akses modal.
Di sisi lain, laporan Celios mengestimasi bahwa kekayaan 50 orang terkaya setara dengan kekayaan 50 juta warga dan berpotensi menghasilkan hingga Rp81 triliun per tahun apabila dikenakan skema wealth tax yang terukur. Meski begitu, wacana pajak kekayaan sejauh ini masih membutuhkan kajian dan dukungan politik yang kuat.
Tantangan pemerataan
Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menilai perlunya koreksi kebijakan guna mengejar target pertumbuhan yang lebih tinggi.
“Kita perlu bertanya apakah pertumbuhan yang kita capai selama ini sudah menghasilkan keadilan atau belum,” ujarnya dalam forum yang sama. Eko menambahkan bahwa pertumbuhan 8 persen hanya bisa dicapai bila pemerataan menjadi pilar utama kebijakan ekonomi.
Sejumlah riset lokal turut menunjukkan bahwa ketimpangan kekayaan dipengaruhi oleh distribusi kepemilikan lahan, akses terhadap pembiayaan, dan kapasitas produksi pelaku usaha kecil. Desa-desa dengan akses infrastruktur terbatas mengalami mobilitas sosial yang lebih lambat, sehingga intervensi pemberdayaan menjadi krusial.
Kebijakan pemberdayaan mulai dari kredit mikro, koperasi pertanian, hingga peningkatan kapasitas UMKM dianggap penting untuk memperkuat struktur ekonomi desa. Namun, pengukuran kekayaan nasional menjadi tantangan tersendiri karena data aset sering kali tidak tercatat secara menyeluruh dan bergantung pada pelaporan individu.
Ketimpangan menghambat daya beli,
Sejumlah analis menilai ketimpangan yang tidak terkelola berpotensi menciptakan tekanan sosial dan memperlemah daya beli kelompok rentan. Pemerintah disebut perlu menata kembali strategi pemerataan, termasuk memperluas akses modal, memperkuat infrastruktur dasar, serta memastikan transparansi data kekayaan untuk mendukung perumusan kebijakan fiskal.
Program pemberdayaan desa yang menjadi prioritas pemerintahan saat ini dipandang dapat memperbaiki struktur ekonomi dalam jangka panjang.
Fokus pada pertumbuhan berbasis desa juga dinilai dapat mendorong usaha mikro, agribisnis, dan industri lokal agar berkontribusi lebih besar terhadap PDB dan membuka lapangan kerja yang lebih merata.

0Komentar