![]() |
| Pemilih Ekuador menolak seluruh usulan referendum Presiden Daniel Noboa, termasuk rencana membuka kembali pangkalan militer AS. | Unsplash/ActuallyJoel |
Para pemilih Ekuador menolak seluruh proposal referendum yang diajukan Presiden Daniel Noboa pada Minggu (16/11) waktu setempat, termasuk rencana membuka kembali pangkalan militer Amerika Serikat di wilayah negara itu.
Berdasarkan hasil resmi, sekitar 60 persen pemilih menentang kehadiran instalasi militer asing, sementara tiga usulan konstitusional lainnya juga gagal meraih dukungan mayoritas.
Referendum tersebut digelar untuk meminta keputusan dari 13,9 juta pemilih mengenai serangkaian revisi konstitusi, mulai dari izin pangkalan asing hingga pembentukan majelis konstituante untuk menyusun ulang konstitusi.
Seluruh usulan ditolak dengan selisih meyakinkan, penghapusan pendanaan negara untuk partai politik ditolak 58 persen pemilih, pengurangan kursi Majelis Nasional ditolak 53 persen, dan pembentukan majelis konstituante ditolak 62 persen.
Noboa mengakui hasil tersebut melalui pernyataannya di media sosial. Dua hari setelah pemungutan suara, ia melakukan perombakan kabinet dengan menunjuk penyiar Álvaro Rosero sebagai Menteri Pemerintahan dan Harold Burbano sebagai Menteri Tenaga Kerja.
Beberapa gubernur juga mengundurkan diri, kecuali dari Provinsi Tungurahua, satu-satunya wilayah yang memenangkan opsi “ya”.
Pemungutan suara berlangsung setelah rangkaian kunjungan pejabat tinggi Amerika Serikat. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem berada di Ekuador pada 5–6 November untuk meninjau lokasi pangkalan potensial di Manta dan Salinas.
AS pernah mengoperasikan Manta Air Base pada 1999–2009, sebelum kontraknya dihentikan Presiden Rafael Correa yang saat itu menyindir bahwa AS dapat mempertahankan pangkalan jika
“mereka mengizinkan kami membangun pangkalan di Miami”, sebagaimana diberitakan New York Times.
Politisi oposisi Luisa González, yang mengampanyekan opsi “tidak” bersama gerakan Pribumi, menyebut kemenangan tersebut sebagai penegasan sikap publik.
“Hari ini, Ekuador bersatu dan berkata, ‘Tidak, Anda bukan yang berkuasa di sini’,” ujarnya dalam acara deklarasi kemenangan. Ia juga menuding pemerintah menghabiskan lebih dari US$7 juta untuk kampanye iklan guna memengaruhi pemilih, mengutip laporan El Ciudadano.
Pemungutan suara dilakukan di tengah lonjakan kekerasan kriminal. Data kepolisian yang dikutip Reuters dan Global Initiative menunjukkan tingkat pembunuhan Ekuador diproyeksikan mencapai 50 per 100.000 penduduk pada 2025, tertinggi di Amerika Latin.
Lebih dari 5.200 orang tewas selama tujuh bulan pertama tahun ini, naik 40 persen dibandingkan periode sama pada 2024. Geng narkoba disebut mendominasi wilayah pesisir dan memicu eskalasi kekerasan di kota-kota utama.
Noboa sebelumnya menjelaskan bahwa dukungan militer AS diperlukan untuk menahan ekspansi organisasi kriminal transnasional. Namun sejumlah analis menilai pemilih menginginkan fokus pada urgensi domestik.
“Mandatnya jelas: tangani keruntuhan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan publik,” kata analis politik Gonzalo Ortiz kepada media lokal.
Pengamat keamanan Michele Maffei yang diwawancarai Jurist menambahkan bahwa meski kerja sama internasional penting, Ekuador tetap harus memperbaiki sistem peradilan dan menekan korupsi yang memperlemah aparat keamanan.
Kekalahan ini meningkatkan tekanan politik terhadap Noboa, yang kembali terpilih pada April lalu dengan janji penegakan hukum. “Fase bulan madu sudah berakhir,” ujar Glaeldys González Calanche dari International Crisis Group dalam wawancara yang dikutip New York Times.

0Komentar