Tumpukan paket bantuan kemanusiaan dari GHF, Gaza Humanitarian Foundation, menunggu untuk diambil di sisi Palestina perlintasan Kerem Shalom, Gaza, Kamis (24/7/2025), dalam tur media yang difasilitasi militer Israel. | AP Photo/Ohad Zwigenberg

Gaza Humanitarian Foundation (GHF), organisasi bantuan yang didukung Amerika Serikat dan Israel, pada Senin mengumumkan penutupan permanen operasinya di Jalur Gaza setelah lima bulan beroperasi di tengah kekerasan, kecaman internasional, dan kontroversi mengenai metode distribusi bantuan. 

Penutupan ini dilakukan setelah gencatan senjata Israel–Hamas mulai berlaku pada 10 Oktober, yang menghilangkan peran GHF sebagai jalur distribusi alternatif di luar mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Direktur Eksekutif GHF, John Acree, menyebut bahwa lembaganya telah “menyelesaikan misi” untuk menunjukkan cara yang lebih baik dalam menyalurkan bantuan ke warga Gaza. Ia mengklaim GHF telah mendistribusikan 187 juta makanan gratis sepanjang masa operasinya, seperti dikutip media AS.

Kritik atas korban di lokasi distribusi

Sejak mulai beroperasi, GHF menghadapi kritik keras dari lembaga internasional terkait tingginya korban jiwa di sekitar lokasi distribusinya. PBB melaporkan lebih dari 2.100 warga Palestina tewas ketika mencari bantuan, termasuk mereka yang berada di dekat atau dalam perjalanan menuju titik pembagian GHF. 

Pelacakan terbuka yang direkam dalam halaman Wikipedia 2025 Gaza Strip aid distribution killings menyebut lebih dari 2.600 warga sipil tewas antara 27 Mei hingga 9 Oktober 2025.

Médecins Sans Frontières (MSF) melaporkan 1.380 korban yang ditangani di fasilitas medisnya antara 7 Juni hingga 24 Juli, termasuk 28 kematian. 

MSF menggambarkan titik distribusi GHF sebagai “lokasi pembunuhan terencana” dan menyebut pola luka tembak, termasuk 11 persen berupa tembakan di kepala dan leher menunjukkan penargetan yang disengaja.

Di sisi lain, militer Israel menyatakan hanya melepaskan tembakan peringatan untuk mengelola kerumunan dan merespons potensi ancaman. Sementara GHF berulang kali membantah adanya korban jiwa di lokasi-lokasinya, lembaga itu pada Juli mengakui 20 kematian akibat desakan massa di satu titik distribusi, yang menurutnya dipicu provokator Hamas.

Penolakan PBB dan lembaga kemanusiaan

GHF sejak awal beroperasi berada di bawah sorotan lembaga internasional. PBB dan lebih dari 170 organisasi kemanusiaan, termasuk Save the Children dan Oxfam, menolak bekerja sama dengan organisasi tersebut. 

Pada Agustus, para ahli HAM PBB menyerukan pembubaran segera GHF, menyebutnya sebagai “contoh yang mengkhawatirkan tentang bagaimana bantuan kemanusiaan dapat dieksploitasi untuk agenda militer dan geopolitik terselubung”.

Kepala bantuan PBB Tom Fletcher, dalam pernyataannya, mengatakan GHF merupakan “kedok untuk lebih banyak kekerasan dan pengungsian” serta menilai mekanisme distribusi bantuan lembaga itu menjadikan “kelaparan sebagai alat tawar-menawar”.

Hamas menyambut penutupan GHF pada Senin, menyebut lembaga tersebut “tidak manusiawi” dan menuduhnya “merekayasa kelaparan” melalui kerja sama dengan Israel, sebagaimana dikutip media internasional.

Operasi terbatas dan akses warga

GHF hanya mengoperasikan empat lokasi distribusi sepanjang misinya di Gaza, jauh lebih sedikit dibanding ratusan titik distribusi dalam mekanisme PBB. Kondisi ini membuat banyak warga terpaksa melakukan perjalanan jauh, sering kali melalui area yang memiliki kehadiran militer Israel. 

GHF menyalahkan ruang lingkup terbatas itu pada minimnya akses dan pasokan bantuan, serta menyebut organisasi kemanusiaan lain menolak bermitra dengannya.

Sementara itu, dengan berlakunya gencatan senjata baru dan pembentukan Civil-Military Coordination Center yang dipimpin AS, yang kini mengawasi distribusi bantuan kemanusiaan GHF mengatakan akan menutup operasi namun tetap siap dibentuk kembali apabila kebutuhan kemanusiaan baru muncul, menurut keterangan resmi lembaga tersebut.