Sebuah balok beton kuning yang dipasang tentara Israel menandai “Garis Kuning” di Gaza, bagian dari gencatan senjata yang ditengahi AS dengan Hamas, 2 November 2025. (Foto: Ahmed Ibrahim/APA Images)

Fase kedua dari gencatan senjata di Gaza praktis terhenti satu bulan setelah diberlakukan. Sejumlah pejabat Eropa memperingatkan wilayah tersebut berisiko terpecah permanen antara zona yang dikuasai Israel dan Hamas, sementara rencana rekonstruksi yang digagas Presiden AS Donald Trump mulai kehilangan arah.

Enam pejabat Eropa mengatakan kepada Reuters bahwa tahap lanjutan dari rencana perdamaian yang diinisiasi Washington kini menemui jalan buntu. Upaya rekonstruksi kemungkinan besar hanya akan berlangsung di area yang dikendalikan militer Israel, yang saat ini mencakup 53 persen Jalur Gaza, termasuk Rafah di selatan dan sebagian Kota Gaza. 

Israel menarik pasukannya hingga “Garis Kuning” pada 10 Oktober, sementara hampir dua juta warga Palestina masih tinggal di kamp tenda di wilayah yang dikuasai Hamas, sekitar 47 persen dari total area.

Menurut 18 sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut, tanpa dorongan baru dari Washington, Garis Kuning, yang ditandai dengan balok semen besar buatan militer Israel berpotensi menjadi perbatasan de facto yang memisahkan Gaza tanpa batas waktu.

Hambatan fase kedua

Rencana 20 poin Trump awalnya memuat penarikan bertahap pasukan Israel melewati Garis Kuning, pembentukan badan pemerintahan transisi Palestina, penempatan pasukan keamanan multinasional, pelucutan senjata Hamas, serta dimulainya rekonstruksi. Namun, dokumen itu tak menyertakan jadwal pasti maupun mekanisme pelaksanaan.

Hamas menolak menyerahkan senjata sebelum pembentukan negara Palestina, meski pejabat senior Musa Abu Marzouk menyatakan kesediaan meninjau ulang senjata yang memiliki jangkauan serangan di luar Gaza. 

Di sisi lain, Israel menolak pelibatan Otoritas Palestina yang didukung Barat, unsur yang dianggap penting oleh negara-negara Eropa dan Arab untuk mengawal rekonstruksi. 

Ribuan anggota kepolisian Otoritas Palestina yang telah dilatih di Mesir dan Yordania masih menunggu izin penempatan, namun Israel belum memberi lampu hijau.

Amerika Serikat telah mengedarkan rancangan resolusi di Dewan Keamanan PBB untuk membentuk Pasukan Stabilisasi Internasional dengan mandat dua tahun dan izin “menggunakan segala langkah yang diperlukan” termasuk pelucutan senjata Hamas. Pasukan itu diproyeksikan berjumlah 20 ribu personel dari negara-negara seperti Indonesia, Azerbaijan, Mesir, dan Turki. 

Meski demikian, sepuluh diplomat yang dikutip Reuters menyebut banyak negara masih ragu untuk berkomitmen, terutama jika mandat mencakup potensi konfrontasi langsung dengan faksi Palestina bersenjata.

Rekonstruksi terganjal

Nilai rekonstruksi Gaza diperkirakan mencapai 70 miliar dolar AS. Namun, negara-negara Teluk yang berpotensi menjadi donor utama belum mau menyalurkan dana tanpa keterlibatan Otoritas Palestina dan jaminan proses menuju kenegaraan. 

Wakil Presiden AS JD Vance dan penasihat senior Jared Kushner menyarankan agar dana tetap disalurkan ke wilayah yang kini dikuasai Israel sebagai “zona model” rekonstruksi.

Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan kelompoknya siap menyerahkan pengelolaan kepada komite teknokrat independen Palestina demi memulai pembangunan. 

“Semua wilayah Gaza berhak mendapatkan rekonstruksi secara setara,” katanya seperti dikutip Al Jazeera. 

Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menegaskan penolakan terhadap segala bentuk pemisahan, menyebut bahwa “Gaza adalah satu kesatuan dan bagian dari wilayah Palestina yang diduduki.”

Sejak 10 Oktober, gencatan senjata tercatat rapuh. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 242 warga Palestina tewas dan 622 lainnya terluka akibat serangan Israel. Militer Israel menuduh Hamas telah melanggar perjanjian gencatan senjata sedikitnya 18 kali.

Pada Senin lalu, Jared Kushner bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem untuk membahas kelanjutan tahap kedua gencatan senjata, sementara fase pertama diperkirakan segera berakhir. 

Pertemuan itu menjadi bagian dari upaya Washington menahan keruntuhan total proses yang sejak awal dirancang untuk memulihkan stabilitas di Gaza.