![]() |
| Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. (DPR RI) |
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menampilkan perbedaan pandangan terkait rencana pemerintah melakukan redenominasi rupiah yang akan menyederhanakan nominal mata uang, seperti mengubah Rp1.000 menjadi Rp1.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyatakan siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah, sementara Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa dan memastikan seluruh aspek pendukung siap.
“Pada prinsipnya kami menyambut baik rencana redenominasi ini. Kami siap membahasnya sepanjang seluruh aspek teknis, transisi, dan kesiapan publik telah dipertimbangkan secara matang,” ujar Misbakhun di Jakarta, Selasa (11/11).
Ia menekankan pentingnya peta jalan yang jelas, sosialisasi publik yang masif, serta uji coba terbatas sebelum kebijakan diterapkan penuh, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Di sisi lain, Said Abdullah menilai kebijakan tersebut belum mendesak dilakukan. Ia menegaskan redenominasi bukan sekadar penghapusan tiga angka nol, melainkan proses yang menuntut kestabilan ekonomi, sosial, politik, dan kesiapan teknis nasional.
“Redenominasi itu memerlukan prasyarat. Pastikan dulu stabilitas pertumbuhan ekonomi, aspek sosial, dan politiknya. Kalau semua itu belum siap, jangan coba-coba dilakukan,” kata Said seperti dikutip dari Kompas.
Politikus PDI Perjuangan itu juga memperingatkan potensi permainan harga yang dapat memicu inflasi jika tahapan teknis tidak dirancang dengan cermat.
Ia mengusulkan agar pemerintah melakukan sosialisasi intensif selama satu tahun penuh pada 2026, dengan pembahasan RUU dimulai pada 2027 dan implementasi penuh diperkirakan membutuhkan waktu hingga tujuh tahun setelah undang-undang disahkan.
Rencana redenominasi tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029, yang diteken Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan 3 November 2025.
RUU Redenominasi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 sebagai inisiatif pemerintah atas usulan Bank Indonesia, dengan target penyelesaian pada 2027.
Purbaya menegaskan pelaksanaan redenominasi sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia (BI) dan tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Redenom itu kebijakan bank sentral, dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tetapi enggak sekarang, enggak tahun depan,” ujar Purbaya di Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (10/11), seperti dikutip dari Tempo.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyebut redenominasi tidak akan mengurangi daya beli masyarakat. Ia menjelaskan, langkah ini bertujuan meningkatkan efisiensi transaksi dan memperkuat kredibilitas rupiah, dengan mempertimbangkan stabilitas politik, ekonomi, sosial, serta kesiapan hukum, logistik, dan teknologi informasi.

0Komentar