China menggelar latihan militer besar di sekitar Taiwan dengan mengerahkan 38 pesawat dan 9 kapal perang. (HO-Taiwan's Defence/AFP/File)

Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Tiongkok menggelar latihan gabungan udara dan laut berskala besar di sekitar Taiwan pada Jumat, 7 November 2025. Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan melaporkan 38 pesawat militer dan sembilan kapal perang dikerahkan dalam operasi tersebut—salah satu manuver terbesar di dekat pulau itu dalam beberapa bulan terakhir.

Dari total armada udara, 31 pesawat dilaporkan melintasi garis median Selat Taiwan dan memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) Taiwan dari arah utara, tengah, dan barat daya. 

Jumlah itu menunjukkan eskalasi tajam dibanding sehari sebelumnya, ketika Taipei hanya mendeteksi 12 pesawat dan 10 kapal perang China. Garis median yang sejak Perang Dingin menjadi batas tidak resmi antara kedua pihak kini semakin sering dilanggar sejak 2019.

Latihan berlangsung dua hari setelah Beijing meresmikan kapal induk terbarunya, Fujian, pada 5 November. Kapal buatan dalam negeri itu dilengkapi sistem katapel elektromagnetik dan mampu meluncurkan jet tempur siluman J-35. 

Presiden Xi Jinping menghadiri peresmian di Sanya, menegaskan pentingnya modernisasi angkatan laut dalam strategi proyeksi kekuatan Beijing, sebagaimana dilaporkan Reuters dan Al Jazeera.

Kementerian Pertahanan Taiwan menyebut latihan tersebut sebagai “provokasi militer yang merusak stabilitas regional” dan menegaskan pasukannya memantau situasi dengan pesawat patroli serta sistem pertahanan udara. 

“Kami tetap siaga penuh untuk memastikan keamanan nasional,” ujar juru bicara kementerian dalam keterangan resminya.

Konteks politik di balik ketegangan ini berkaitan dengan pemerintahan Presiden Taiwan Lai Ching-te, yang sejak menjabat Mei 2024 kerap menggunakan retorika lebih keras terhadap Beijing. Lai menyebut China sebagai “kekuatan asing yang bermusuhan” dan memperkenalkan kebijakan untuk menahan operasi infiltrasi politik maupun siber dari daratan.

Sejak awal masa jabatannya, China telah menggelar sedikitnya tiga latihan militer besar di sekitar Taiwan. Pada April 2025, PLA melaksanakan latihan udara, laut, dan rudal yang disebut sebagai “peringatan keras” terhadap upaya kemerdekaan Taipei. 

Sementara pada Februari, China sempat menetapkan zona tembakan langsung sekitar 40 mil laut dari pelabuhan Kaohsiung tanpa pemberitahuan, langkah yang disebut Taiwan melanggar norma internasional.

Amerika Serikat menyoroti manuver ini di tengah hubungan yang belum stabil antara Washington dan Beijing. Mantan Presiden AS Donald Trump menyebut Xi Jinping telah meyakinkannya bahwa China tidak akan mengambil tindakan terhadap Taiwan selama masa jabatannya, namun menolak menjelaskan apakah AS akan merespons secara militer jika terjadi serangan. Dalam wawancara dengan CBS News, Trump mengatakan Xi “tahu konsekuensi” dari setiap tindakan terhadap Taiwan.

Jepang dan Filipina juga mengungkap kekhawatiran serupa. Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menilai krisis di Selat Taiwan dapat “mengancam kelangsungan hidup” negaranya, seperti dikutip Kyodo News. 

Di sisi lain, militer Filipina tengah menggelar latihan anti-invasi di Luzon utara sebagai bagian dari persiapan menghadapi potensi konflik di wilayah tersebut, menurut laporan Newsweek.

Analis pertahanan menilai latihan besar PLA kali ini bertepatan dengan debut Fujian bukan sekadar kebetulan, melainkan sinyal strategis. Dengan kapal induk ketiga itu, China kini memiliki kemampuan proyeksi kekuatan laut yang lebih jauh, meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan serta sekutu regional di Asia Timur.