![]() |
| Mahasiswa di Wuhan mengibarkan bendera Partai Komunis Tiongkok untuk memperingati hari jadinya yang ke-100. | AFP |
Diplomasi partai-ke-partai China bergerak jauh melampaui kunjungan seremonial. Dalam satu dekade terakhir, Partai Komunis China (CCP) membangun jaringan global yang terstruktur untuk menyalurkan pengalaman tata kelola, ideologi, dan sistem kadernya ke puluhan negara berkembang.
Perubahan ini berlangsung senyap namun sistematis, menciptakan pola baru hubungan politik lintas batas.
“Diplomasi CCP dalam beberapa tahun terakhir juga jauh lebih ambisius: secara sistematis mentransmisikan pengalaman tata kelola China kepada partai-partai yang berkuasa serta partai besar di negara-negara Global South,” ujar akademisi ORCA, Ratish Mehta, dalam laporan yang dikutip Senin (24/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa diplomasi yang dulu bersifat bilateral kini telah berkembang menjadi arsitektur multisaluran yang menghubungkan organ partai, pemerintah provinsi, sekolah partai, hingga think tank dalam satu jaringan operasional.
“Pada 2025, strategi ini telah matang menjadi kerangka koordinasi besar,” sebutnya.
Menurut catatan riset internasional, CCP kini berhubungan dengan lebih dari 400 partai di lebih dari 160 negara. Skala ini terutama terlihat dari arus delegasi tingkat tinggi yang diundang ke Beijing.
Berbeda dari protokol diplomatik biasa, banyak delegasi disambut langsung menteri atau wakil menteri, sebelum mengikuti rangkaian diskusi mengenai manajemen kader dan tata kelola partai-negara di Sekolah Partai Pusat maupun Departemen Organisasi.
Di sisi lain, hubungan politik itu diinstitusionalisasi melalui nota kesepahaman dan rencana kerja sama multi-tahunan. Dokumen tersebut merinci tema pelatihan, lokasi, lembaga pelaksana, hingga frekuensi kegiatan.
Dalam kasus Laos, misalnya, MoU dengan CCP menetapkan sekolah partai provinsi tertentu sebagai pusat pelatihan kader Laos—mengubah kunjungan diplomatik menjadi program pendidikan politik yang berkelanjutan.
“Kesepakatan seperti ini kini menjadi hal umum dalam diplomasi partai CCP,” kata Mehta dalam laporannya.
Beijing juga mulai mengeksternalisasi fungsi sekolah partainya ke luar negeri. Contoh paling menonjol adalah Mwalimu Julius Nyerere Leadership School di Tanzania, proyek bersama enam partai besar Afrika Selatan-selatan yang dibangun dengan dukungan politik dan material China.
Sekolah ini menggelar seminar rutin bertema tata kelola partai-negara, pembangunan, dan pengentasan kemiskinan, dengan modul yang menyertakan pemikiran Xi Jinping dan disiplin organisasi. Menurut sejumlah analis, sekolah ini menjadi wadah ekspor model “fusion” partai-negara yang dapat memperkuat kontrol elite partai mitra.
Sejalan dengan ekspansi eksternal, CCP juga mereformasi sistem pendidikannya di dalam negeri. Rencana Pendidikan dan Pelatihan Kader Nasional 2023–2027 mewajibkan kelas internasional, modul berbahasa asing, serta pengiriman instruktur ke luar negeri.
Kader asing mempelajari modul yang sama dengan pejabat China, lebih dari separuhnya berfokus pada pemikiran Xi, disiplin partai, dan tata kelola partai-negara. Reformasi ini ditujukan untuk menyelaraskan instrumen domestik dengan ambisi global.
International Department of the CCP menjadi penggerak utama ekspansi tersebut. Melalui dialog tingkat tinggi antarpartai dunia, termasuk CPC in Dialogue with World Political Parties High-level Meeting, departemen ini mendorong partai-partai mitra untuk mengadopsi konsep pembangunan dan mekanisme pengelolaan ala Beijing.
Berdasarkan analisis lembaga riset Eropa dan Asia, saluran partai memungkinkan CCP menjangkau aktor-aktor politik kunci tanpa bergantung pada diplomasi pemerintah.
Bagi negara-negara mitra, kerja sama ini menawarkan akses pada pengalaman pembangunan China, termasuk kebijakan pengentasan kemiskinan dan manajemen organisasi. Namun beberapa pengamat menilai pendekatan tersebut dapat menormalkan gaya pemerintahan berorientasi partai yang melemahkan mekanisme pengawasan demokratis.
Sejauh ini, arsitektur diplomasi partai CCP membentuk ekosistem ekspor tata kelola yang terukur.
“Ini adalah proyeksi struktural keahlian politik… menandai munculnya CCP sebagai aktor tata kelola internasional,” ujar Mehta. Tren itu terus bergerak, bergantung pada bagaimana negara-negara mitra menavigasi manfaat teknis dan konsekuensi politik dari model yang dibawa Beijing.

0Komentar