![]() |
| Bendera Jepang berkibar di atas sebagian kantor pusat Bank of Japan (BoJ) di pusat kota Tokyo pada 19 Maret 2024. (AFP/Richard A. Brooks) |
Yen Jepang kembali bergerak dalam tekanan pada Jumat (21/11) meski sempat menguat tipis menyusul peringatan paling keras dari otoritas Tokyo tentang potensi intervensi valuta asing.
Menteri Keuangan Jepang Satsuki Katayama mengatakan intervensi adalah “sebuah kemungkinan” untuk meredam volatility, setelah yen sempat menyentuh 157,90 per dolar, level terlemah dalam sepuluh bulan menurut catatan Reuters dan MarketScreener. Mata uang itu bergerak di sekitar 156,92 pada perdagangan sore.
Pernyataan Katayama datang pada saat dolar AS sedang berada di jalur kenaikan mingguan pertamanya dalam tiga pekan, dengan indeks dolar mendekati puncak lima setengah bulan dan berpotensi naik 0,9% secara mingguan.
Penguatan ini dipicu melemahnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve, yang kini hanya memperlihatkan peluang 27% untuk penurunan suku bunga pada pertemuan Desember, menurut proyeksi pasar yang dikutip Reuters.
Di saat yang sama, laporan tenaga kerja Amerika Serikat yang tertunda menunjukkan penambahan 119.000 pekerjaan pada September, melebihi ekspektasi meski tingkat pengangguran naik ke 4,4%, tertinggi dalam empat tahun.
“Laporan tersebut tidak memberikan cukup alasan bagi The Fed untuk memangkas suku bunga pada Desember,” ujar ekonom Jefferies, Mohit Kumar, kepada CNBC.
![]() |
| Yen Jepang. | MarketScreener |
Kombinasi dolar yang menguat dan ketidakpastian kebijakan Fed membuat yen berada dalam posisi paling rentan sejak intervensi besar Jepang pada Juli 2024. Tetapi tekanan kali ini datang bukan hanya dari dinamika luar negeri.
Arah kebijakan dalam negeri Jepang kini memunculkan friksi baru, yang memperdalam pelemahan yen dan membuat pasar menakar ulang batas toleransi pemerintah dan bank sentral.
Stimulus jumbo Takaichi menambah tekanan fiskal
Pekan ini, kabinet Perdana Menteri Sanae Takaichi mengesahkan paket stimulus besar senilai 21,3 triliun yen atau sekitar US$135 miliar. Dokumen pemerintah yang dikutip Reuters menyebut paket tersebut mencakup 17,7 triliun yen belanja umum, 2,7 triliun yen pemotongan pajak, serta berbagai subsidi untuk energi, bensin, dan dukungan fiskal kepada pemerintah daerah.
Tujuannya menahan beban biaya hidup dan menjaga momentum konsumsi domestik. Namun pasar membaca stimulus itu dengan nada waspada.
Struktur fiskal Jepang dengan rasio utang tertinggi di dunia maju membuat ruang belanja tambahan semakin sempit. Penerbitan obligasi tambahan diperkirakan meningkat, memperbesar risiko kenaikan imbal hasil yang dapat mempertekan anggaran dan stabilitas fiskal jangka panjang.
Beberapa analis melihat kebijakan Takaichi sebagai langkah yang secara tidak langsung memperlemah yen. Belanja besar dan pemotongan pajak meningkatkan kebutuhan pembiayaan, dan pasar mengantisipasi bahwa pembelian Japanese Government Bonds (JGB) tidak bisa sepenuhnya diserap domestik jika BOJ bersiap mengurangi pelonggaran.
Seorang ekonom Nomura Research Institute yang dikutip media regional menilai pelemahan yen mencerminkan “ketidakpastian bauran kebijakan fiskal–moneter Jepang.”
Pasar membaca adanya tarikan dua arah: pemerintah ingin fiskal longgar untuk menopang konsumsi, sementara bank sentral menyiratkan normalisasi suku bunga untuk mencegah inflasi berkelanjutan.
Konflik inilah yang menjadi inti tekanan yen saat ini.
BOJ dalam dilema: normalisasi suku bunga di tengah risiko utang
Gubernur Bank of Japan (BOJ) Kazuo Ueda mengatakan bank sentral sedang meninjau “kelayakan dan waktu” kenaikan suku bunga pada beberapa pertemuan mendatang. Sinyal tersebut, dikutip Bloomberg dan Reuters, memicu spekulasi bahwa bank sentral dapat menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan, mungkin sedini bulan depan.
![]() |
| Gedung Bank of Japan. |Kyoshi Ota/Bloomberg |
BOJ menilai inflasi berbasis kenaikan upah mulai kembali stabil, membuka ruang normalisasi setelah dua dekade kebijakan ultra-longgar. Beberapa anggota dewan bahkan mengusulkan jalur yang lebih agresif. Naoki Tamura sebelumnya memperkirakan suku bunga perlu bergerak mendekati 1% pada paruh kedua tahun fiskal 2025 jika tekanan harga tetap kuat.
Tetapi BOJ menghadapi dilema jauh lebih dalam dibandingkan bank sentral lain. Setiap kenaikan suku bunga akan langsung meningkatkan biaya pinjaman pemerintah yang sudah memikul utang lebih dari 260% PDB.
Di sisi lain, mempertahankan suku bunga sangat rendah membuka risiko pelemahan yen yang tidak terkendali, memicu inflasi impor dan meningkatkan beban rumah tangga.
Normalisasi yang terlalu cepat dapat mengguncang pasar JGB, tetapi langkah yang terlalu lambat menaikkan risiko spiral pelemahan yen. Friksi ini menjadikan setiap pernyataan BOJ bahkan yang samar sebagai pendorong volatility baru.
Carry Trade menumpuk, risiko unwinding mengintai
Perbedaan suku bunga antara Jepang dan Amerika Serikat kini berada di salah satu level paling lebar dalam sejarah modern. Kondisi ini mendorong arus carry trade besar-besaran, di mana investor meminjam yen berbiaya rendah untuk membeli aset berimbal hasil lebih tinggi di luar negeri.
Selama Fed tetap hawkish, arus ini memperlemah yen secara struktural. Namun jika pasar tiba-tiba berubah arah, risiko forced unwinding dapat muncul mendorong apresiasi yen secara mendadak dan menciptakan gejolak global, seperti yang pernah terjadi pada 1998 dan 2016.
Opsi volatility yen juga menunjukkan peningkatan biaya lindung nilai, tanda bahwa pelaku pasar mulai mempersiapkan skenario intervensi atau tekanan harga ekstrem.
Intervensi: senjata terakhir yang efeknya tidak dijamin
![]() |
| Suasana di salah satu lorong restoran dan bar di Tokyo pada 18 Mei 2021. | AFP |
Tokyo terakhir kali mengintervensi pasar pada Juli 2024 dengan nilai 5,53 triliun yen, salah satu operasi terbesar dalam beberapa dekade. Namun intervensi semacam itu hanya efektif jika didukung arah kebijakan yang konsisten. Kali ini, kondisi lebih rumit: BOJ belum menaikkan suku bunga, sementara stimulus fiskal justru memperbesar tekanan pada yen.
“Gajah di ruangan sekarang adalah risiko intervensi,” ujar Vishnu Varathan dari Mizuho kepada Reuters. Pelaku pasar membaca pernyataan Katayama sebagai peringatan bahwa ekspektasi intervensi sudah masuk radar serius pemerintah.
Meski demikian, intervensi unilateral tanpa dukungan kebijakan moneter cenderung menawarkan jeda singkat, bukan pembalikan tren. Pasar global memahami ini, sehingga spekulasi terhadap yen tetap tinggi meski peringatan verbal meningkat.
Tekanan meluas: Euro, Asia, dan aset kripto terkena dampak
Yen juga melemah terhadap euro dan bertahan dekat 181,04, level terendah sejak mata uang tunggal itu diperkenalkan. Pelemahan yen, bersama penguatan dolar, turut mendorong tekanan pada mata uang Asia lain yang sensitif terhadap arus modal seperti won Korea dan baht Thailand.
Sentimen risiko global merosot, membuat Bitcoin turun ke US$82.032, level terendah tujuh bulan.
Tidak ada kejelasan dari pemerintah Jepang apakah intervensi akan dilakukan dalam waktu dekat. Tokyo cenderung bergerak tiba-tiba untuk memaksimalkan efek kejut. Namun semakin lama yen bertahan di kisaran 157–160, semakin besar tekanan politik dan ekonomi untuk bertindak.
Pasar kini menatap tiga variabel besar yang akan menentukan arah yen dalam beberapa pekan ke depan: ketentuan stimulus kabinet Takaichi, keputusan suku bunga BOJ, dan sikap The Fed terhadap kebijakan moneter AS.
Kombinasi ketiganya akan membentuk ulang dinamika yen menjelang akhir tahun ketika volatility biasanya meningkat.




0Komentar