Puan Maharani. (DPR RI)

Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak pemerintah memastikan tersedianya lapangan kerja yang layak dan aman di dalam negeri menyusul terungkapnya kasus 110 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penipuan daring (online scam) di Kamboja. 

Desakan ini disampaikan Puan dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (31/10/2025), sebagai respons atas meningkatnya kasus pekerja migran non-prosedural yang berujung eksploitasi.

“Negara harus hadir memastikan setiap warga mendapatkan akses pekerjaan yang manusiawi dan terlindungi, di mana pun mereka bekerja,” ujar Puan. Ia menilai tekanan sosial dan ekonomi masih menjadi faktor utama yang mendorong masyarakat nekat bekerja ke luar negeri tanpa jalur resmi, meski risikonya tinggi.

Kasus terbaru ini melibatkan 110 WNI yang diketahui bekerja di perusahaan penipuan daring di Kota Chrey Thum, Provinsi Kandal, Kamboja. Berdasarkan data Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), sebanyak 97 orang berusaha kabur dari perusahaan tersebut dan kini seluruhnya telah diamankan di Rumah Detensi Imigrasi Phnom Penh untuk pendataan oleh otoritas Kamboja.

Dari jumlah itu, 86 orang ditahan, 11 dilaporkan mengalami luka-luka, dan empat lainnya diproses hukum lebih lanjut karena diduga terlibat dalam kekerasan terhadap sesama pekerja. Sementara 13 WNI lainnya berhasil dievakuasi lebih dulu dari lokasi kerja.

Sebagian besar korban berasal dari Medan, Manado, Pontianak, dan Batam, dengan lama bekerja antara dua bulan hingga dua tahun. Dari hasil pendataan, 91 orang memiliki paspor resmi, sementara 19 lainnya tak memiliki dokumen keimigrasian.

Menteri P2MI Mukhtarudin menegaskan bahwa Kamboja bukan negara tujuan resmi penempatan pekerja migran Indonesia. “Setiap warga yang berangkat ke negara non-penempatan dengan tujuan bekerja termasuk kategori non-prosedural dan berisiko tinggi terhadap eksploitasi,” ujarnya.

Menanggapi kasus ini, Puan menyebut kejadian tersebut sebagai “peringatan serius” bagi pemerintah.

“Kasus ini menjadi peringatan serius bagi kita semua bahwa kebutuhan ekonomi dan sempitnya kesempatan kerja yang aman di dalam negeri sering kali memaksa warga kita mengambil risiko tinggi berangkat kerja ke luar negeri,” kata Puan.

Ia menilai masalah struktural di sektor ketenagakerjaan domestik membuat sebagian masyarakat tergiur tawaran kerja ke luar negeri yang ternyata palsu. Karena itu, Puan mendesak pemerintah memperkuat perlindungan pekerja migran sejak tahap pra-keberangkatan, mulai dari penyediaan informasi, pelatihan, hingga verifikasi penempatan.

“Perlindungan pekerja migran Indonesia harus dimulai sejak tahap pra-keberangkatan. Dimulai dengan memastikan calon pekerja memperoleh informasi yang benar, pelatihan yang layak, hingga penempatan yang terverifikasi,” ucapnya.

Selain memperkuat sisi hulu, Puan juga menekankan pentingnya koordinasi lintas lembaga untuk mencegah keberangkatan ilegal.

“Lonjakan penerbangan ke negara yang tidak memiliki hubungan resmi penempatan pekerja migran harus menjadi perhatian. Pemerintah perlu membangun mekanisme deteksi dini di titik keberangkatan agar tidak ada lagi warga yang berangkat tanpa perlindungan negara,” ujarnya.

Menurutnya, kerja sama harus melibatkan P2MI, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, aparat bandara, dan maskapai penerbangan untuk mengawasi mobilitas pekerja ke negara-negara berisiko tinggi seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos.

Puan juga mengingatkan agar penanganan korban tidak berhenti pada proses pemulangan. Ia meminta pemerintah memberikan pendampingan dan program pemberdayaan ekonomi bagi para korban setibanya di tanah air.

“Kita tidak boleh membiarkan mereka kembali ke situasi yang sama tanpa arah. Pemerintah harus hadir dengan solusi nyata: program pelatihan, akses modal, dan penempatan kerja domestik yang menjamin kesejahteraan mereka,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, menyatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI di Phnom Penh untuk memastikan proses hukum dan pemulangan berjalan aman. 

“Kami juga memastikan hak-hak para WNI terpenuhi selama proses hukum dan pemulangan berlangsung,” ujar Judha.

Kasus ini kembali membuka mata publik soal maraknya modus penipuan kerja luar negeri yang ternyata berujung eksploitasi dan kerja paksa, sekaligus menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan pekerja migran dari hulu hingga hilir.