![]() |
| Presiden Prabowo Subianto meminta tim ekonomi pemerintah meninjau ulang struktur pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh. (Dok. KCIC) |
Pemerintah Indonesia tengah mencari formula terbaik untuk menyelesaikan utang proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) kepada pihak China. Presiden Prabowo Subianto memerintahkan tim ekonomi pemerintah meninjau ulang seluruh struktur pembiayaan proyek itu dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Rabu (29/10).
Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan CEO Danantara Rosan Roeslani.
Presiden meminta ketiganya menghitung ulang seluruh detail keuangan agar diperoleh skema penyelesaian utang yang dinilai paling realistis dan tidak membebani anggaran negara.
“Pak Airlangga, Menkeu, dan CEO Danantara diminta menghitung lagi detailnya,” ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi usai memberikan keterangan di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10). Ia mengatakan, arahan itu menekankan pentingnya transparansi dan akurasi dalam menilai beban utang proyek tersebut.
Opsi Perpanjangan Tenor
Menurut Prasetyo, pemerintah sedang menimbang sejumlah opsi, termasuk kemungkinan memperpanjang masa pinjaman (tenor) dan meminta pelonggaran waktu pembayaran kepada China Development Bank (CDB), lembaga keuangan yang menjadi pemberi pinjaman utama proyek Whoosh.
“Kemungkinan perpanjangan masa pinjaman menjadi bagian dari skenario yang sedang dikaji,” kata Prasetyo.
Ia menambahkan, pemerintah ingin memastikan bahwa skema pembayaran baru nantinya tetap menjaga kesehatan fiskal sekaligus memberi ruang napas bagi konsorsium pengelola.
Dalam rapat terbatas, Presiden Prabowo juga disebut menekankan agar tim ekonomi menyiapkan alternatif jangka menengah, seperti penguatan kerja sama dengan mitra Cina atau pengaturan ulang pembagian beban antara konsorsium dan negara.
Total utang proyek kereta cepat Whoosh saat ini mencapai sekitar US$ 7,27 miliar atau setara Rp 120,38 triliun. Sebagian besar sekitar 75 persen dibiayai dari pinjaman CDB dengan bunga 2 persen per tahun dan tenor 40 tahun.
Namun proyek ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sekitar US$ 1,2 miliar, yang membuat bunga pinjaman tambahan melonjak hingga lebih dari 3 persen per tahun. Dari tambahan utang itu, 75 persen ditanggung konsorsium Indonesia, sementara sisanya melalui penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.
Kondisi keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI), selaku pemegang saham mayoritas konsorsium, juga ikut tertekan. Laporan keuangan menunjukkan rugi bersih mencapai Rp 4,19 triliun pada 2024 dan Rp 1,62 triliun pada semester I 2025. Jumlah penumpang yang belum sesuai target memperberat kemampuan perusahaan menutup biaya operasional dan bunga pinjaman.
Pemerintah kini disebut tengah berkoordinasi dengan pihak CDB untuk membahas opsi restrukturisasi utang. Menurut laporan yang diterima tim ekonomi, pihak bank asal China itu telah memberikan “lampu hijau” bagi pembicaraan tahap awal.
Sejumlah pengamat menilai, restrukturisasi bisa dilakukan bersamaan dengan strategi meningkatkan pendapatan proyek, misalnya lewat pengembangan kawasan di sekitar koridor kereta cepat atau optimalisasi integrasi transportasi di lintasan Jakarta–Bandung.
Proyek Whoosh merupakan proyek strategis nasional yang diluncurkan sebagai kereta cepat pertama di Asia Tenggara.
Namun sejak awal, proyek ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari pembebasan lahan, pandemi COVID-19, hingga lonjakan biaya yang kini menimbulkan beban utang besar bagi konsorsium maupun negara.

0Komentar