![]() |
| Pertamina menegaskan campuran etanol dalam BBM merupakan praktik umum internasional untuk menekan emisi karbon. (Dok Pertamina) |
PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) merupakan praktik umum di berbagai negara untuk menekan emisi karbon. Pernyataan itu disampaikan menyusul langkah sejumlah operator SPBU swasta yang membatalkan pembelian bahan bakar dari perusahaan pelat merah tersebut.
Penjabat Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, mengatakan bahwa pencampuran etanol bukanlah hal baru dalam industri energi global. Ia menilai langkah ini sejalan dengan upaya transisi energi dan peningkatan kualitas udara.
"Implementasi ini terbukti berhasil mengurangi emisi gas buang, menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil murni, serta mendukung peningkatan perekonomian masyarakat lokal melalui pemanfaatan bahan baku pertanian," ujar Roberth dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat (3/10/2025).
Langkah Pertamina ini menjadi sorotan setelah PT Vivo Energy Indonesia dan BP-AKR membatalkan rencana pembelian base fuel atau BBM murni yang diimpor Pertamina.
Menurut laporan, pembatalan dilakukan setelah hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam base fuel yang disediakan untuk SPBU swasta.
Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menyebutkan bahwa Vivo sebelumnya telah menyepakati pembelian 40.000 barel dari total 100.000 barel base fuel yang diimpor khusus bagi SPBU swasta.
Namun, kesepakatan itu batal meskipun kadar etanol tersebut masih berada di bawah batas toleransi regulasi, yakni hingga 20 persen.
"Padahal secara regulasi, kandungan etanol itu masih aman dan diperbolehkan. Namun pembatalan tetap dilakukan oleh pihak swasta," ujar Achmad dikutip dari CNN Indonesia.
Penolakan itu berimbas pada distribusi bahan bakar di sejumlah SPBU swasta. Shell dilaporkan telah kehabisan pasokan bensin per Jumat (3/10/2025), sementara BP-AKR dan Vivo diperkirakan akan mengalami kondisi serupa pada akhir Oktober 2025 jika situasi tidak berubah.
Pertamina menjelaskan bahwa pencampuran etanol sudah menjadi standar di berbagai negara. Amerika Serikat misalnya, melalui program Renewable Fuel Standard (RFS), mewajibkan pencampuran etanol dengan kadar E10 atau 10 persen etanol dalam bensin. Untuk kendaraan fleksibel, campuran etanol bahkan bisa mencapai E85.
Brasil disebut sebagai pelopor dalam penggunaan bahan bakar campuran tinggi, dengan implementasi skala nasional campuran E27 atau 27 persen etanol berbasis tebu. Di Eropa, kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) juga mendorong penggunaan campuran E10 di negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Inggris.
"Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk terus mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan emisi karbon sesuai target Net Zero Emission 2060," tegas Roberth. "Kehadiran BBM dengan campuran etanol menjadi bukti nyata kesiapan Indonesia mengikuti praktik terbaik internasional demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan."

0Komentar