Pemerintah mempercepat pemerataan jaringan 5G di seluruh Indonesia dengan target 32% cakupan pada 2030, guna mendukung transformasi ekonomi digital nasional.

Pemerintah menargetkan jaringan 5G bisa menjangkau setidaknya 32 persen wilayah Indonesia pada tahun 2030. Target ini disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria dalam peluncuran Empowering Indonesia Report 2025 di Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).

“Pemerintahan mencanangkan 32 persen setidaknya jaringan 5G di itu bisa tersambung hingga tahun 2030,” ujar Nezar. 

Ia menegaskan, percepatan pengembangan jaringan 5G butuh kerja sama lintas sektor antara pemerintah, operator telekomunikasi, dan industri pendukung.

“Perlu adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan di industri telekomunikasi, dalam upaya memperluas jangkauan koneksi 5G di Indonesia,” kata Nezar menambahkan.

Target 5G Nasional Masih di Bawah 10 Persen

Hingga 2025, cakupan jaringan 5G di Indonesia masih di bawah 10 persen, jauh tertinggal dibandingkan Malaysia yang sudah mencapai 80 persen. Sementara jaringan 4G di Tanah Air telah menjangkau 97 persen wilayah permukiman.

Kondisi ini mencerminkan kesenjangan besar antara kesiapan infrastruktur dan kebutuhan digital masyarakat. Padahal, menurut Kemkomdigi, 5G menjadi tulang punggung utama bagi pengembangan ekonomi digital nasional di masa depan.

Internet Indonesia Masih Tertinggal

Meski penetrasi jaringan seluler terus meningkat, kecepatan internet Indonesia masih tertinggal di kawasan Asia Tenggara. Nezar mengakui kecepatan rata-rata nasional baru mencapai sekitar 36,7 Mbps, masih jauh dari target 100 Mbps yang ingin dicapai.

“Kecepatan internet masih harus ditingkatkan, memang belum sampai kepada 100 Mbps yakni masih di sekitar 36,7 Mbps,” ujarnya.

Berdasarkan data Speed Test Global Index (September 2025), Indonesia menempati peringkat ke-82 dunia untuk kategori mobile dengan kecepatan unduh rata-rata 47,50 Mbps. Untuk kategori fixed broadband, Indonesia berada di posisi ke-118 dunia dengan kecepatan 41,15 Mbps.

Kecepatan internet di negara Asia Tenggara lain adalah sebagai berikut. Khusus untuk kategori mobile, tidak semua negara anggota ASEAN terdata dalam laporan Speed Test Global Index per September 2025.

Kecepatan internet fixed broadband negara Asia Tenggara per September 2025


Kecepatan Internet Mobile Negara Asia Tenggara per September 2025



Menurut laporan OpenSignal berjudul “Indonesia in Focus: Charting a Path to Network Excellence” (Juni 2025), kemajuan pengembangan 5G di Indonesia dinilai masih lamban dan terfragmentasi.

Sebaran sinyal 5G masih terbatas di wilayah perkotaan, terutama Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Sementara sebagian besar daerah belum tersentuh layanan 5G. OpenSignal memperkirakan, hingga 2027 Indonesia masih akan bertumpu pada koneksi 4G sebagai jaringan utama.

Laporan yang sama juga mencatat bahwa Indonesia berada di peringkat ke-58 dunia dalam Global Network Excellence Index kuartal I 2025.

Langkah Pemerintah: Spektrum, Infrastruktur, Regulasi

Kemkomdigi menyebut perluasan jaringan 5G bakal difokuskan pada tiga aspek utama: spektrum frekuensi radio, infrastruktur, dan regulasi. Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Wayan Toni Supriyanto, menyampaikan pemerintah tengah menyiapkan lelang empat pita frekuensi baru untuk mendukung pengembangan 5G.

“Dari aspek spektrum frekuensi radio, akan dilelang empat pita frekuensi di mana satu pita frekuensi untuk fixed broadband berbasis 5G, sedangkan tiga pita frekuensi selebihnya adalah untuk mobile broadband berbasis 5G,” kata Wayan pada Mei 2025, dikutip dari Antara News.

Empat pita frekuensi tersebut meliputi:

1,4 GHz untuk fixed broadband

700 MHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz untuk mobile broadband


Pelelangan untuk pita 1,4 GHz telah dilakukan dengan dua pemenang: MyRepublic dan Surge melalui anak usahanya, PT Telemedia Komunikasi Pratama.

Kemkomdigi juga tengah menyusun regulasi pemanfaatan pita 2,6 GHz yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri mengenai hak guna dan kewajiban operator. Pemerintah menilai pita ini memiliki potensi besar karena ekosistem perangkat 4G/5G globalnya sudah cukup matang.


Tantangan Geografi dan Akses

Meski begitu, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam pemerataan jaringan. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membuat pembangunan infrastruktur menara pemancar (base transceiver station / BTS) dan serat optik di daerah 3T, tertinggal, terdepan, dan terluar menjadi mahal dan kompleks.

Dalam laporan Indonesian Service Sector Review: Telecommunications (Agustus 2025), disebutkan pula bahwa sektor telekomunikasi nasional masih bergantung pada perangkat impor dan menghadapi harga layanan yang relatif tinggi, terutama untuk fixed broadband.

Selain itu, persaingan antar-operator juga belum merata, dengan konsentrasi terbesar di wilayah barat Indonesia seperti Jawa dan Sumatra. Hal ini berimbas pada kesenjangan harga dan akses internet antarwilayah.

Meski masih tertinggal, Nezar Patria optimistis Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara ASEAN lain dalam lima tahun mendatang.

“Saya kira dalam lima tahun ke depan kita akan bisa bersanding dengan negara-negara tetangga yang sudah mencapai kecepatan internet 100 Mbps,” ujarnya.

Pemerintah berharap dengan sinergi antara kebijakan spektrum, investasi infrastruktur, dan dukungan industri, jaringan 5G bisa lebih merata dan mendorong percepatan transformasi digital nasional menuju 2030.