![]() |
| Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi pusat komando AS-Israel di Kiryat Gat usai serangan udara mematikan di Gaza. (REUTERS/Menahem Kahana) |
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan komitmen untuk melucuti senjata Hamas dan melakukan demilitarisasi penuh di Gaza saat mengunjungi pusat koordinasi militer bersama Amerika Serikat-Israel di Kiryat Gat, Rabu (29/10/2025).
Kunjungan itu berlangsung hanya beberapa jam setelah serangan udara mematikan yang menewaskan lebih dari 100 warga Palestina, menjadikannya hari paling berdarah sejak gencatan senjata yang dimediasi AS dimulai tiga minggu lalu.
Dalam pertemuan di Civil-Military Coordination Center (CMCC) bersama Komandan Komando Pusat AS (CENTCOM) Laksamana Brad Cooper dan Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Eyal Zamir, Netanyahu menekankan bahwa tujuan Israel sejalan dengan visi Presiden Donald Trump untuk menciptakan Gaza yang berbeda kawasan tanpa ancaman bagi Israel.
“Kami akan memastikan Gaza tidak lagi menjadi pangkalan militer Hamas. Tujuan kami jelas: perlucutan total dan demilitarisasi,” ujar Netanyahu di lokasi, dikutip dari i24NEWS.
Eskalasi setelah kematian tentara Israel-AS
Kunjungan Netanyahu ke CMCC terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di lapangan. Sehari sebelumnya, IDF meluncurkan lebih dari 30 serangan udara ke berbagai target di Rafah dan Khan Younis setelah menuduh Hamas membunuh Sersan Master Yona Efraim Feldbaum, tentara Israel-Amerika berusia 37 tahun.
Hamas membantah tuduhan itu dan menyebut langkah Israel sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Presiden Trump membela langkah militer Israel saat berbicara di atas Air Force One, menyatakan bahwa Israel “harus membalas ketika tentaranya dibunuh,” sembari menegaskan bahwa gencatan senjata “tetap berlaku”.
Militer Israel kemudian mengumumkan bahwa mereka telah “memperbarui penegakan gencatan senjata” pada Rabu pagi, setelah gelombang serangan malam sebelumnya.
Menurut laporan Reuters, sedikitnya 104 warga Palestina tewas dalam serangan itu, termasuk 46 anak-anak. Sementara pihak militer Israel menyebut operasi tersebut sebagai tindakan defensif terukur yang dilakukan setelah Hamas diduga melanggar gencatan senjata 10 Oktober.
Koordinasi strategis dan agenda Washington
Dalam kunjungan tersebut, Netanyahu juga memuji peran militer AS dalam membantu stabilisasi Gaza pascakonflik. Ia menyebut kolaborasi dengan CENTCOM sebagai fondasi penting untuk menjamin keamanan kawasan.
“Kami akan mempertahankan kebebasan bertindak penuh bagi pasukan kami,” kata Netanyahu menegaskan.
Pemerintah Israel diketahui tengah menyiapkan delegasi yang dipimpin Menteri Urusan Strategis Ron Dermer ke Washington pekan depan. Pertemuan dijadwalkan dengan penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner dan utusan khusus Steve Witkoff. Fokus pembicaraan meliputi pembentukan pasukan stabilisasi Gaza dan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait pengawasan pascakonflik.
Beberapa negara Eropa, termasuk Prancis dan Inggris, dikabarkan tengah merumuskan versi revisi resolusi tersebut. Namun, Israel disebut menolak pemberian peran sentral kepada PBB, dengan alasan menjaga kontrol penuh atas keamanan.
Gencatan senjata terancam runtuh
Meski Israel menyatakan gencatan senjata kembali berlaku, situasi di Gaza masih jauh dari stabil. Menurut NPR dan Ynet News, Hamas baru menyerahkan tujuh dari 13 jenazah sandera yang masih ditahan, sementara perdebatan mengenai kepatuhan terhadap klausul perlucutan senjata terus menghambat negosiasi fase kedua perjanjian.
Seorang pejabat Israel yang dikutip The Media Line menyebut gencatan senjata kali ini sebagai “yang paling rapuh sejak awal Oktober”.
Ia menambahkan bahwa keberlanjutan perjanjian sangat bergantung pada apakah Hamas bersedia sepenuhnya menonaktifkan kemampuan militernya, sesuatu yang hingga kini masih diragukan oleh Tel Aviv.
Gencatan senjata Israel-Hamas, yang disponsori AS dan Mesir, resmi dimulai pada 10 Oktober 2025 setelah hampir setahun pertempuran sengit di Gaza. Namun, insiden terbaru menunjukkan bahwa upaya menuju stabilitas kawasan masih menghadapi jalan panjang dan penuh ketegangan.

0Komentar