Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli Indonesia menegaskan komitmen pemerintah menyiapkan satu juta pekerja hijau setiap tahun hingga 2029. Program ini menjadi bagian dari langkah antisipasi terhadap dampak krisis iklim yang diperkirakan dapat merugikan ekonomi global hingga mencapai US$58 triliun per tahun.
Pengumuman tersebut disampaikan dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), Sabtu (11/10/2025).
Dalam forum itu, Yassierli menyoroti urgensi transisi tenaga kerja menuju sektor ramah lingkungan seiring meningkatnya ancaman perubahan iklim terhadap perekonomian dunia.
“Dunia berpotensi kehilangan hingga 18 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 30 tahun mendatang akibat dampak perubahan iklim. Ini setara dengan sekitar 58 triliun dolar AS kerusakan global per tahun,” ujar Yassierli di hadapan peserta forum.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2025, Indonesia telah mengidentifikasi sekitar 2.000 jenis pekerjaan baru yang berkaitan dengan ekonomi hijau di berbagai sektor.
Jumlah tenaga kerja hijau di bidang energi diproyeksikan melonjak menjadi lebih dari dua juta posisi pada 2029 enam kali lipat dibandingkan tahun 2022.
“Sektor tenaga dan kelistrikan akan menyerap sekitar 90 persen dari total pekerjaan hijau, terutama seiring implementasi RUPTL 2025–2034 yang menargetkan 75 persen pembangkit listrik baru berasal dari energi terbarukan,” tambahnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, dari total kebutuhan 836.696 tenaga kerja di sektor pembangkitan, lebih dari 760 ribu di antaranya merupakan pekerjaan hijau.
Namun, Yassierli juga menyoroti empat tantangan utama dalam pengembangan tenaga kerja hijau nasional. Tantangan pertama adalah ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kurikulum pelatihan kejuruan, khususnya di bidang energi terbarukan.
Ia menyebut, minimnya standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) yang relevan membuat banyak lulusan pelatihan belum siap memasuki pasar kerja hijau.
Kedua, ketimpangan wilayah antara Jawa dan luar Jawa. “Sebagian besar potensi energi terbarukan justru berada di Kalimantan dan Sulawesi, tetapi pusat pelatihan dan universitas masih terkonsentrasi di Jawa. Ini menjadi pekerjaan rumah dalam membangun keterampilan hijau yang merata,” jelasnya.
Tantangan ketiga berkaitan dengan fasilitas dan tenaga instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK) yang dinilai belum memadai. Banyak peralatan pelatihan yang sudah ketinggalan zaman dan instruktur yang belum memiliki pengalaman langsung di industri energi hijau.
Adapun tantangan keempat, menurut Menaker, terletak pada produktivitas industri yang masih rendah, sehingga permintaan terhadap tenaga kerja hijau belum sepenuhnya tumbuh kuat.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan akan meluncurkan program Jobs and Skills Accelerator, yang menjadi wadah kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, serikat pekerja, akademisi, serta mitra industri.
Program ini ditujukan untuk mempercepat penyelarasan kebutuhan tenaga kerja hijau dengan perkembangan industri energi bersih.
“Kolaborasi lintas sektor dan peta jalan komprehensif lima tahun ke depan sangat penting untuk menutup kesenjangan kompetensi yang ada,” kata Yassierli.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Nuryadin Hartono, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif tersebut.
Ia menilai percepatan pembangunan tenaga kerja hijau akan menjadi kunci keberhasilan transisi energi nasional.
“Tenaga kerja hijau bukan hanya bagian dari strategi ketenagakerjaan, tapi juga fondasi agar target bauran energi terbarukan 75 persen pada 2034 bisa tercapai,” ujar Nuryadin.
Pemerintah juga disebut telah mengintegrasikan konsep pekerjaan ramah lingkungan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan memperkuat peran BLK Komunitas di daerah.
Langkah ini diharapkan memperluas akses masyarakat terhadap pelatihan keterampilan hijau di tingkat akar rumput, khususnya di wilayah yang memiliki potensi energi terbarukan tinggi.

0Komentar