![]() |
| Foto: Merdeka.com/Iqbal Nugroho |
Para pedagang thrifting di Pasar Baru, Jakarta Pusat, tengah menghadapi masa sulit setelah pemerintah memperketat larangan impor pakaian bekas. Kebijakan ini membuat stok barang menipis drastis, harga melambung hingga 60 persen, dan omzet harian anjlok lebih dari separuh dari kondisi normal.
Calvin (22), seorang pedagang yang sudah dua tahun berjualan pakaian bekas impor di Pasar Baru, mengaku bingung dengan kondisi yang kian sulit.
“Kalau saya sih berpikir tentang masa depan, jika ada kemungkinan yang baik mungkin akan tetap bertahan, tetapi jika situasinya terus seperti ini, mungkin saya akan pergi,” ujarnya saat ditemui kompas.com Jumat (31/10/2025).
Krisis ini bermula sejak Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Purbaya Yudhi Sadewa memperketat pengawasan impor pakaian bekas, sejalan dengan aturan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan. Kebijakan itu bertujuan menekan masuknya barang ilegal yang dinilai mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Namun, di lapangan, dampaknya langsung terasa bagi para pedagang kecil. Harga bal pakaian bekas yang sebelumnya berada di kisaran Rp5 juta kini melonjak hingga Rp8 juta per bal. Penurunan pasokan membuat banyak lapak hanya mampu menjual beberapa potong pakaian per hari.
“Sekarang paling banyak bisa jual dua sampai tiga potong. Konsumen jadi lebih selektif, dan kalau nggak cocok, mereka batal beli. Sementara kami nggak bisa nambah stok,” kata Calvin.
Para pedagang melaporkan bahwa kapal-kapal pemasok dari Korea, Jepang, dan Australia sudah tidak diizinkan membongkar muatan sejak sebulan terakhir. Kondisi ini membuat pasar semakin sepi karena pedagang kesulitan memperbarui barang dagangan.
Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan selama setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah telah menyita 21.054 bal pakaian bekas impor ilegal dengan nilai mencapai Rp120,65 miliar.
Pemerintah berdalih, pengetatan ini merupakan langkah untuk menjaga keberlangsungan industri tekstil nasional dan mendorong konsumsi produk dalam negeri. “Kita tidak bisa melegalkan yang ilegal. Produksi dalam negeri bisa mati kalau impor baju bekas terus dibiarkan,” tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa seperti dikutip dari Tempo.co.
Langkah ini mendapat dukungan dari Konfederasi Serikat Pekerja Muslim Indonesia (Sarbumusi). Ketua Sarbumusi menilai, pembatasan impor bisa menjadi momentum bagi industri padat karya untuk bangkit setelah pada pertengahan 2024 sempat terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap 13.800 pekerja tekstil dari 10 perusahaan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang, menegaskan impor pakaian bekas tetap merupakan aktivitas yang dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022.
“Larangan ini sudah jelas. Tujuannya melindungi pasar dan konsumen dari barang yang tidak memenuhi standar kebersihan dan kesehatan,” ujarnya.
Di sisi lain, pedagang mengaku tak punya banyak pilihan. Sebagian mencoba beralih menjual pakaian baru buatan lokal, namun daya tariknya berbeda dengan barang thrifting yang terkenal karena merek dan kualitasnya. Sejumlah kios mulai tutup lebih awal karena sepinya pembeli.
Sementara itu, di sekitar kawasan Pasar Baru, suasana yang biasanya ramai oleh pemburu pakaian vintage kini tampak lengang.
“Biasanya Jumat sore begini ramai banget. Sekarang ya paling cuma satu-dua orang lewat,” kata salah satu petugas keamanan pasar.
Kondisi ini masih berlangsung hingga akhir Oktober 2025, sementara pemerintah belum memberi sinyal akan melonggarkan kebijakan. Para pedagang berharap ada solusi agar bisnis mereka tak benar-benar mati di tengah upaya pemerintah melindungi industri dalam negeri.

0Komentar