Israel melancarkan serangan udara ekstensif di seluruh Gaza pada Minggu sebagai respons atas dugaan pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas. (REUTERS)

Israel kembali melancarkan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza pada Minggu (19/10) waktu setempat. Serangan ini disebut sebagai respons atas dugaan pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas, sembilan hari setelah kesepakatan gencatan yang dimediasi Amerika Serikat diberlakukan. Sedikitnya 15 warga Palestina dilaporkan tewas dalam serangan tersebut, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan itu ditujukan ke 

“target teroris di seluruh Jalur Gaza”. Netanyahu menggelar rapat darurat bersama Menteri Pertahanan Israel Katz dan pejabat keamanan untuk membahas situasi terbaru, dan menginstruksikan militer agar mengambil “tindakan tegas”.

Militer Israel menyebut operasi itu menargetkan lubang terowongan dan infrastruktur militer Hamas di beberapa titik, termasuk Rafah di selatan, Jabalia di utara, serta kawasan Gaza tengah. Menteri Pertahanan Israel Katz memperingatkan bahwa “Hamas akan membayar harga mahal untuk setiap pelanggaran gencatan senjata.”

“Jika pesannya tidak dipahami, respons kami akan menjadi lebih kuat,” kata Katz dalam pernyataannya, Minggu.

Sementara itu, tekanan dari kalangan politik dalam negeri Israel juga meningkat. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyerukan agar operasi militer skala penuh segera dilanjutkan. Smotrich bahkan menulis satu kata di media sosialnya: “Perang!”

Dari pihak seberang, Hamas membantah tudingan pelanggaran. Sayap militernya, Brigade Al-Qassam, menyatakan tidak bertanggung jawab atas serangan yang dituduhkan Israel.

“Kami menegaskan kembali komitmen penuh kami terhadap seluruh poin kesepakatan, terutama gencatan senjata di seluruh Jalur Gaza,” tulis kelompok itu dalam pernyataan resmi.

Pejabat senior Hamas, Izzat al-Risheq, menuding Israel “mengarang alasan lemah untuk membenarkan kejahatannya.” Ia menambahkan bahwa pasukan Hamas tidak memiliki kontak dengan pejuang di Rafah sejak Maret lalu.

Ketegangan ini pecah di tengah proses pemulihan hubungan gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 11 Oktober 2025. Kesepakatan tersebut menjamin pembebasan 20 sandera Israel yang masih hidup sebagai imbalan atas pembebasan lebih dari 1.900 tahanan Palestina.

Namun, situasi di lapangan menunjukkan sebaliknya. Pejabat Gaza mengklaim Israel telah melanggar gencatan senjata sebanyak 47 kali sejak diberlakukan, menewaskan 38 warga Palestina dan melukai sedikitnya 143 orang.

Di sisi lain, militer Israel mengonfirmasi identifikasi dua sandera yang jenazahnya dikembalikan Hamas pada Sabtu malam. Mereka adalah Ronen Engel (54), warga Israel, dan Sontaya Akrasi, warga negara Thailand. Keduanya dilaporkan tewas dalam serangan 7 Oktober 2023.

Perlintasan Rafah antara Gaza dan Mesir tetap ditutup hingga waktu yang belum ditentukan, seiring meningkatnya ketegangan terkait negosiasi pengembalian sandera.