Indonesia mempercepat lobi dagang ke Amerika Serikat untuk memperoleh tarif nol persen ekspor sawit, setelah Malaysia lebih dulu mendapat keringanan. (Wikimedia Commons)

Indonesia tengah mempercepat negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk memperoleh tarif impor nol persen bagi ekspor minyak sawit. Langkah ini menyusul kesepakatan serupa yang berhasil dicapai Malaysia pada pekan lalu, dan dinilai penting agar Indonesia bisa tetap kompetitif di pasar sawit AS.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menyebut pemerintah menargetkan pengecualian tarif hingga nol persen bagi sawit Indonesia. 

“Ini masih dalam proses. Mudah-mudahan dalam diskusi-diskusi, paling tidak kita bisa sama dengan Malaysia,” ujar Putu saat pembukaan Pameran Industri Agro di Jakarta, Rabu (29/10), dikutip dari Antara News.

Langkah diplomasi dagang ini muncul setelah Malaysia dan AS menandatangani perjanjian tarif resiprokal pada Minggu (26/10/2025) di sela KTT ASEAN di Kuala Lumpur. 

Kesepakatan itu memberi tarif nol persen untuk 1.711 jenis produk unggulan Malaysia, termasuk minyak sawit, karet, produk kayu, komponen penerbangan, dan farmasi. Tarif umum untuk negara lain tetap di level 19 persen, mengutip laporan Business Times dan Bernama.

Kesepakatan tersebut langsung menjadi tolok ukur baru bagi Indonesia. Pasalnya, kedua negara selama ini menjadi dua raksasa dunia dalam ekspor sawit. Data US Import Data mencatat, Indonesia menguasai sekitar 85–90 persen pasar sawit AS, dengan ekspor mencapai 2,25 juta ton per tahun, sementara Malaysia hanya sekitar 10 persen atau 154 ribu ton.

Sebelum adanya kesepakatan baru itu, Indonesia justru punya posisi lebih unggul. Tarif sawit Indonesia di AS berada di angka 19 persen, sedangkan Malaysia sebelumnya dikenai 25 persen. Namun, dengan perubahan menjadi nol persen bagi Malaysia, posisi Indonesia otomatis tertekan.

“Dengan tarif 0 persen, kita akan berada di lapangan permainan yang sama dengan Malaysia untuk ekspansi ekspor,” kata Putu seperti dikutip dari The Edge Malaysia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pembahasan tarif dagang dengan AS sudah masuk tahap finalisasi. 

Pemerintah, katanya, sedang menyiapkan paket kesepakatan dagang yang mencakup beberapa komoditas yang tidak diproduksi di AS, seperti sawit, kakao, dan karet.

“Kami akan segera berkomunikasi ulang dengan USTR (Kantor Perwakilan Dagang AS) untuk klarifikasi dan percepatan,” ujar Airlangga.

Sebagai bagian dari negosiasi, Indonesia juga disebut sudah menyepakati rencana pembelian sejumlah produk dari AS, di antaranya produk energi senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, serta 50 unit pesawat Boeing, menurut laporan Jatim Antara News.

Pemerintah menilai pembebasan tarif menjadi langkah strategis untuk menjaga dominasi Indonesia di pasar sawit AS. Apalagi, sawit merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia yang menopang pendapatan negara dan menjadi sumber bahan baku energi terbarukan di berbagai sektor.

Dengan Malaysia kini memperoleh tarif nol persen, tekanan kompetitif bagi eksportir Indonesia meningkat. Karena itu, Jakarta berupaya keras agar negosiasi dengan Washington segera menghasilkan kesepakatan serupa, guna memastikan posisi Indonesia tetap kuat di pasar global.