DPR meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperbaiki gaya komunikasi politik dan tidak terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. (Dok. Kemenkeu)

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menegur Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar memperbaiki gaya komunikasi politik dan tidak terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. Peringatan ini disampaikan Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (14/10/2025).

Menurut Misbakhun, sejumlah pernyataan publik Purbaya akhir-akhir ini menimbulkan kesan seolah kebijakan ekonomi dijalankan sepihak tanpa koordinasi antarkementerian. 

Ia meminta Menkeu fokus pada rancangan ekonomi besar yang mendukung visi Presiden Prabowo Subianto, bukan pada isu teknis yang menjadi ranah kementerian lain.

“Pak Purbaya harus berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain,” kata Misbakhun di ruang rapat Komisi XI DPR. “Supaya kebijakan ekonomi tidak terkesan sepihak,” lanjutnya.

Politikus Partai Golkar itu juga menyoroti keputusan Purbaya menaikkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dari 2,48 persen menjadi 2,68 persen tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR. 

Ia menilai langkah tersebut perlu melalui pembahasan bersama agar memiliki dasar politik dan hukum yang kuat.

“Sama ketika kami melihat bahwa ketika tiba-tiba Pak Purbaya langsung merespons menaikkan defisit dari 2,48 persen menjadi 2,68 persen,” ujarnya. “Tapi karena masih dalam proses pembahasan APBN, sehingga ruang itu diberikan keleluasaan.”

Selain soal defisit, DPR juga mengkritik pernyataan Purbaya terkait rencana pemotongan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dianggap tidak terserap optimal. 

Misbakhun menegaskan bahwa dana MBG memiliki dimensi politik dan sosial, sehingga tidak bisa dialihkan tanpa pembahasan dengan DPR.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya akan menilai kembali serapan anggaran MBG hingga akhir Oktober 2025. 

Bila hingga saat itu dana program masih belum terserap maksimal, pemerintah akan menariknya dan mengalihkan ke program lain yang dinilai lebih siap.

“Kalau enggak dipakai, ya diambil, kenapa? Di sana juga nganggur duitnya. Saya sebarkan ke tempat lain yang lebih siap,” ujar Purbaya dalam keterangan di Jakarta, dikutip dari CNBC Indonesia. 

“Tetap saya akan nilai sampai akhir Oktober. Kalau akhir Oktober saya tahu nanti sampai Desember beberapa triliun enggak terpakai, saya ambil uangnya.”

Kebijakan ini muncul setelah serapan anggaran MBG dilaporkan baru mencapai sekitar 29 persen dari total Rp71 triliun. Kondisi itu memunculkan perdebatan antarpejabat pemerintah. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya menegaskan bahwa anggaran MBG tidak boleh dipangkas karena program tersebut merupakan bagian dari janji politik Presiden Prabowo Subianto di bidang kesejahteraan masyarakat.

Permintaan DPR agar Purbaya lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan publik juga didasari pada kekhawatiran munculnya gesekan politik lintas kementerian. 

Menurut Misbakhun, komunikasi ekonomi pemerintah harus lebih terkoordinasi agar pesan kebijakan tidak membingungkan publik maupun pelaku pasar.

Beberapa anggota Komisi XI lain turut mendukung pandangan tersebut. Mereka menilai gaya komunikasi Purbaya perlu disesuaikan agar tidak menimbulkan tafsir berbeda di tengah masyarakat. 

Komisi XI menegaskan tetap mendukung arah kebijakan fiskal pemerintah, namun meminta agar setiap langkah strategis dikonsultasikan lebih dulu dengan DPR sesuai mekanisme pengawasan.

Purbaya sendiri dikenal sebagai ekonom berpengalaman. Sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan pada September 2025, ia memimpin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 2020. 

Namun, sejak awal masa jabatannya di kabinet, sejumlah pernyataannya di ruang publik kerap menimbulkan perdebatan, terutama ketika menyinggung kebijakan kementerian lain seperti ESDM dan Perdagangan.

Permintaan DPR agar Purbaya lebih menahan diri dianggap penting untuk menjaga koordinasi antaranggota kabinet dan memastikan konsistensi arah kebijakan ekonomi nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.