Harga emas dunia menembus rekor US$4.160 per troy ounce, membuat nilai cadangan emas Indonesia melonjak. Meski memiliki 3.600 ton cadangan, Antam justru hanya memproduksi 1 ton per tahun dan masih impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Anekalogam.com)

Harga emas dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 15 Oktober 2025, menembus level US$4.160 per troy ounce. Kenaikan tajam ini mendongkrak nilai cadangan emas negara-negara besar dunia, termasuk Indonesia dan Italia, yang kini sama-sama berada di posisi strategis dalam peta logam mulia global. 


Namun di balik itu, Indonesia menghadapi paradoks: memiliki cadangan emas terbesar keempat dunia, tetapi masih mengimpor puluhan ton emas batangan setiap tahun untuk kebutuhan dalam negeri.


Cadangan Besar, Produksi Kecil

Menurut data U.S. Geological Survey (USGS), Indonesia memiliki 3.600 metrik ton cadangan emas yang menempatkannya di peringkat keempat dunia. Posisi tersebut berada di bawah Rusia, Jerman, dan Amerika Serikat. 

Namun di sisi produksi, situasinya berbeda jauh. Produksi nasional pada 2023 tercatat sekitar 100 ton per tahun, menempatkan Indonesia di posisi kesepuluh dunia dalam kategori negara penghasil emas.

Produksi terbesar berasal dari PT Freeport Indonesia, dengan 60 ton per tahun, dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, yang menghasilkan sekitar 20 ton dari pengolahan konsentrat tembaga. 

Sementara PT Aneka Tambang Tbk (Antam), satu-satunya BUMN yang berhak memasarkan emas batangan domestik, hanya menghasilkan 1 ton per tahun dari tambang Pongkor, Jawa Barat.

“Emas yang dihasilkan Antam itu cuma 1 ton setahun. Sementara kebutuhan masyarakat tahun lalu 37 ton, sekarang 43 ton,” ungkap Direktur Utama Antam Achmad Ardianto dalam keterangannya yang dikutip CNBC Indonesia.

Untuk menutup selisih kebutuhan, Antam harus mengimpor sekitar 30 ton emas per tahun dari Singapura dan Australia. Padahal, dengan harga emas global yang menembus rekor tertinggi, nilai transaksi impor tersebut bernilai sangat besar.


Italia Tahan Emas, Indonesia Impor

Kondisi Indonesia berbanding terbalik dengan Italia. Negara Eropa Selatan itu masih menjadi pemilik cadangan emas terbesar ketiga dunia dengan total 2.452 ton, berada tepat di bawah Jerman dan Amerika Serikat. 

Berdasarkan harga saat ini, nilai cadangan emas Italia mencapai US$300 miliar, atau sekitar Rp4.974 triliun.

“Cadangan emas adalah seperti peralatan perak keluarga atau jam tangan kakek yang berharga cadangan terakhir di masa krisis yang mengguncang kepercayaan internasional,” tulis mantan Wakil Gubernur Bank of Italy Salvatore Rossi dalam publikasi resminya.

Sekitar 75% dari total cadangan devisa Italia berbentuk emas jauh di atas rata-rata zona euro yang hanya 66,5%. 

Uniknya, Italia tidak pernah menjual emasnya bahkan pada masa krisis utang 2008. Sebagian besar logam mulia itu disimpan di brankas bawah tanah Palazzo Koch, markas Bank of Italy yang berlokasi di Roma.


Bank Indonesia Bantah Jual Emas

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) membantah laporan World Gold Council (WGC) yang menyebutkan adanya penjualan 11 ton emas pada Juli 2025. BI menegaskan bahwa cadangan emas justru bertambah.

“Bank Indonesia tidak melakukan penjualan emas sebagaimana disebutkan,” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dikutip dari CNBC Indonesia. 

Ia menjelaskan, posisi cadangan emas nasional naik dari 86,74 ton pada Juli menjadi 88,45 ton pada Agustus 2025.

Tren tersebut mencerminkan langkah yang juga diambil sejumlah bank sentral dunia, yang kini lebih memilih menambah porsi emas dibandingkan memegang obligasi Amerika Serikat. 

Menurut survei World Gold Council (2025), lebih dari 60% bank sentral global berencana meningkatkan cadangan emasnya tahun ini, di tengah ketegangan geopolitik dan melemahnya dolar AS.


Ketimpangan Hulu-Hilir

Paradoks emas Indonesia memperlihatkan jurang antara kekayaan sumber daya alam dan kapasitas pengolahan domestik. 

Cadangan besar di bawah tanah belum sepenuhnya memberi nilai tambah ekonomi karena keterbatasan fasilitas pemurnian (refinery) dan struktur industri yang masih terpisah antara tambang dan produk logam mulia.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM disebut tengah menyiapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk emas, dengan tujuan memastikan pasokan domestik tetap stabil di tengah lonjakan harga dunia.

Selain itu, dorongan investasi di sektor refinery nasional menjadi fokus agar hasil tambang dari perusahaan besar seperti Freeport dan Amman Mineral tidak seluruhnya diekspor dalam bentuk konsentrat, melainkan bisa dimurnikan di dalam negeri.

Lonjakan harga emas ke atas US$4.000 per troy ounce yang disebut sebagai level tertinggi sepanjang sejarah tak lepas dari meningkatnya ketegangan geopolitik dan melemahnya kepercayaan terhadap aset berbasis dolar.

Laporan Bloomberg dan Reuters menyebutkan, aksi beli emas oleh bank sentral melonjak pada kuartal III-2025. Negara-negara berkembang seperti China, India, dan Turki memperbesar akumulasi logam mulia sebagai lindung nilai terhadap risiko global.

Fenomena serupa terlihat di pasar domestik. Emas Antam kini diperdagangkan di kisaran Rp2,383 juta per gram, tertinggi sepanjang masa. Permintaan investasi ritel meningkat signifikan, didorong kekhawatiran terhadap inflasi global dan volatilitas mata uang.