Amerika Serikat dan China mulai saling memberlakukan tarif pelabuhan tambahan terhadap kapal masing-masing pada 14 Oktober 2025. (Wikimedia Commons)

Amerika Serikat dan China resmi saling memberlakukan biaya tambahan terhadap kapal masing-masing mulai Selasa, 14 Oktober 2025. Kebijakan timbal balik ini menandai babak baru dalam perang dagang kedua negara yang kini merambah ke sektor maritim — salah satu urat nadi utama perdagangan global.

Pemerintah China mengonfirmasi telah memungut biaya khusus sebesar 400 yuan atau sekitar US$56 per ton bersih terhadap kapal yang dimiliki, dioperasikan, dibangun, atau berbendera Amerika Serikat. 

Namun, Beijing memberikan pengecualian bagi kapal yang dibangun di galangan China serta kapal kosong yang masuk ke pelabuhan China untuk perbaikan.

Langkah tersebut menjadi balasan langsung atas kebijakan Washington yang pada hari sama mulai mengenakan biaya US$50 per ton bersih terhadap kapal yang terkait dengan China. 

Menurut perkiraan analis industri pelayaran, aturan timbal balik ini akan berdampak pada sekitar 13% kapal tanker minyak mentah dan 11% kapal kontainer dalam armada global.

“Persenjataan kebijakan perdagangan dan lingkungan ini menunjukkan bahwa sektor pelayaran kini telah berubah dari sekadar sarana perdagangan global menjadi instrumen politik antarnegara,” tulis laporan perusahaan riset Xclusiv Shipbrokers.

Dampak langsung kebijakan ini mulai terasa di pasar. Perusahaan pelayaran raksasa China, COSCO Shipping Holdings, disebut akan menanggung beban terbesar dengan potensi biaya tambahan antara US$1,5 miliar hingga US$2,1 miliar pada 2026. 

Meski demikian, saham COSCO di Bursa Shanghai justru naik lebih dari 2% pada awal perdagangan Selasa, setelah perusahaan mengumumkan rencana pembelian kembali saham senilai 1,5 miliar yuan (US$210 juta) selama tiga bulan ke depan.

Seorang analis pasar dari Shanghai Maritime Exchange menyebut kebijakan tersebut bisa menekan rantai pasok global, terutama untuk pengiriman energi dan barang elektronik. 

“Jika situasi ini berlangsung lama, biaya logistik internasional akan meningkat dan bisa berimbas pada harga barang di konsumen akhir,” ujarnya.

Eskalasi ini terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat lalu mengancam akan mengenakan tarif tambahan hingga 100% terhadap seluruh barang impor asal China. 

Trump juga menegaskan rencana pembatasan ekspor perangkat lunak strategis mulai 1 November 2025 sebagai respons atas larangan ekspor mineral tanah jarang yang diberlakukan Beijing.

Kementerian Perdagangan China menilai langkah AS tersebut sebagai “provokasi ekonomi” dan menegaskan Beijing akan mengambil langkah seimbang. 

“Kami tidak mencari konfrontasi, tetapi kami juga tidak akan diam terhadap tindakan diskriminatif yang merugikan kepentingan nasional,” kata juru bicara kementerian dalam pernyataan tertulis.

Sementara dari pihak AS, Departemen Perdagangan menyatakan kebijakan tarif maritim itu diperlukan untuk melindungi kepentingan industri dalam negeri dan mengoreksi praktik perdagangan yang tidak adil oleh China.

Para analis memperingatkan bahwa saling balas tarif di sektor pelayaran ini berpotensi mengunci dua ekonomi terbesar dunia tersebut dalam spiral pajak maritim yang dapat mendistorsi arus perdagangan global dan memperlambat pemulihan ekonomi pascapandemi.