![]() |
| Kementerian ESDM tengah mengkaji penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas emas guna menekan impor emas PT Antam yang mencapai 30 ton per tahun. (Bisnis) |
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas emas. Langkah ini muncul setelah impor emas oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) terus meningkat akibat terbatasnya pasokan domestik.
Menurut data Kementerian ESDM, Antam saat ini mengimpor hingga 30 ton emas per tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang mencapai sekitar 45 ton. Sementara itu, produksi emas Antam sendiri hanya berkisar 1 ton per tahun.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pihaknya sedang membahas opsi kebijakan guna mengoptimalkan pasokan emas dalam negeri agar kebutuhan industri dan konsumen tetap terpenuhi.
“Jadi gini, menyangkut dengan B2B Antam, itu silakan dibicarakan,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Krisis pasokan emas domestik semakin terasa setelah penutupan sementara tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia (PTFI) di Grasberg, Papua, akibat longsoran material basah pada 8 September 2025.
Padahal, sejak November 2024 Antam telah menjalin perjanjian kerja sama dengan Freeport untuk pembelian emas sebanyak 30 ton per tahun.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, membenarkan bahwa gangguan operasional di tambang Freeport berdampak langsung terhadap pasokan emas ke pasar domestik.
“Sebetulnya sudah ada perjanjian sama Freeport, dan itu berjalan baik. Tapi karena ada kejadian ini, ya kita bahas lagi, nanti kita evaluasi gimana baiknya,” kata Tri.
Ia memperkirakan aktivitas pengolahan di smelter Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE Gresik hanya akan bertahan hingga akhir Oktober 2025, sebelum pasokan bijih emas dari Grasberg kembali stabil.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy, menilai wacana penerapan DMO emas bisa menjadi solusi sementara untuk menjaga keseimbangan pasokan.
“Kebijakan DMO bisa menjadi langkah sementara untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan, asalkan penerapannya tetap fair bagi seluruh pihak,” ujar Sudirman.
Dukungan juga datang dari Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar. Ia menilai DMO emas sejalan dengan arah kebijakan hilirisasi tambang nasional.
“Penerapan DMO ini relevan dengan agenda hilirisasi. Tapi perlu pendekatan fleksibel, misalnya dalam rentang 20–30 persen dari total produksi, tergantung kapasitas dan kebutuhan domestik,” katanya.
Namun, Tri Winarno mengingatkan agar kebijakan DMO tidak diterapkan secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan dampak jangka pendek.
“Kalau nanti ada DMO, kita harus hati-hati. Jangan sampai malah numpuk stok emas di dalam negeri,” ujarnya.
Pemerintah disebut akan terus membahas kebijakan tersebut bersama pelaku industri sebelum mengambil keputusan akhir.
Saat ini, evaluasi pasokan emas dan rencana pemulihan operasi tambang Freeport masih menjadi fokus utama Kementerian ESDM.

0Komentar