![]() |
| Pemerintah memperkuat dukungan untuk UMKM lewat aplikasi SAPA UMKM yang rilis November 2025, aturan baru OJK soal pembiayaan, hingga alokasi dana Rp 200 triliun untuk kredit produktif. (Istimewa) |
Pemerintah Indonesia memperluas dukungan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lewat digitalisasi layanan dan program pembiayaan baru. Sejumlah inisiatif diumumkan sepanjang pertengahan hingga akhir 2025, mulai dari peluncuran aplikasi SAPA UMKM pada November mendatang hingga peraturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mempercepat akses kredit.
Langkah ini disebut sebagai upaya memperkuat ekosistem bisnis kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Kementerian UMKM tengah menyiapkan aplikasi terintegrasi bernama SAPA UMKM. Sekretaris Kementerian UMKM, Arif Rahman Hakim, menyebut versi perdana aplikasi ini akan diluncurkan pada November 2025.
Berbeda dengan survei manual yang selama ini menghasilkan data statis, aplikasi tersebut akan memperbarui data pelaku usaha secara otomatis setiap kali digunakan. Fitur di dalamnya meliputi akses pembiayaan, pemasaran, hingga legalitas usaha.
Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menegaskan aplikasi ini akan menjadi basis data nasional UMKM.
“Kami targetkan 40 juta UMKM terdaftar dalam sistem ini, dan ke depan akan jadi syarat untuk menerima fasilitas dari pemerintah,” ujarnya.
Selain digitalisasi, dukungan juga datang dari sektor pembiayaan. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memperkenalkan Kredit Program Perumahan (KPP) yang dibuka bagi UMKM, terutama generasi milenial dan Gen Z.
Program ini memiliki dua kategori. Untuk sisi supply, yakni pengembang, kontraktor, atau pedagang material bangunan, plafon pinjaman mulai Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar. Sementara untuk sisi demand, atau UMKM yang membutuhkan rumah maupun gudang usaha, pinjaman diberikan mulai Rp 10 juta hingga Rp 500 juta.
Dirjen Perumahan Perkotaan PKP, Sri Haryati, menyampaikan, “Gen Z atau anak-anak muda ini juga akan menjadi sasaran utama dari kami. Syaratnya sederhana, cukup punya Nomor Induk Berusaha dan sudah jalan enam bulan.”
PKP juga menggandeng Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) untuk membantu sosialisasi ke pelaku usaha.
OJK memperkuat sisi regulasi lewat Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang kemudahan akses pembiayaan UMKM yang akan berlaku November 2025.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, menjelaskan, aturan baru ini mendorong bank dan lembaga keuangan nonbank memberikan kredit yang lebih inklusif.
Beberapa insentif ditawarkan, termasuk relaksasi persyaratan instant approval untuk bank umum serta percepatan perizinan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari 30 hari menjadi hanya 10 hari kerja.
“Tujuan kami adalah membuat kredit UMKM lebih mudah, tepat, cepat, murah, dan inklusif,” kata Indah.
Dari sisi fiskal, pemerintah mengalokasikan dana Rp 200 triliun ke lima bank BUMN (Himbara), yakni BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI. Dana ini ditujukan untuk memperkuat likuiditas agar penyaluran kredit ke sektor produktif, termasuk UMKM, bisa lebih kencang.
Tak hanya itu, pemerintah juga menggulirkan paket stimulus ekonomi 8+4+5 senilai Rp 16,23 triliun yang sebagian besar diarahkan untuk mendukung keberlangsungan UMKM. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menilai langkah ini sebagai penopang agar sektor UMKM tetap stabil.
“Kombinasi program ini diharapkan bisa menjaga performa UMKM, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang masih fluktuatif,” ungkapnya.
Rangkaian kebijakan tersebut menggambarkan pergeseran cara pemerintah membantu UMKM. Dari yang sebelumnya bertumpu pada subsidi dan bantuan insidental, kini diarahkan pada sistem terintegrasi, mulai dari data real-time lewat aplikasi, pembiayaan dengan skema yang lebih longgar, hingga insentif fiskal untuk memperkuat modal kerja.
Dengan kombinasi ini, UMKM diharapkan mendapat akses yang lebih mudah, cepat, dan efisien baik dalam pembiayaan maupun dukungan lainnya.

0Komentar