Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menolak resolusi yang seharusnya memperpanjang keringanan sanksi terhadap Iran. Keputusan itu diambil lewat pemungutan suara pada Jumat (19/9), membuka jalan bagi diberlakukannya kembali sanksi PBB secara penuh mulai 27 September mendatang.
Resolusi yang gagal itu diajukan oleh Korea Selatan selaku presiden bergilir DK PBB. Usulan tersebut bertujuan mengakhiri secara permanen sanksi yang pernah dicabut berdasarkan perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015. Namun, hasil pemungutan suara menunjukkan sembilan negara menolak, empat mendukung, dan dua abstain.
Rusia, Tiongkok, Pakistan, dan Aljazair berada di kubu yang mendukung perpanjangan keringanan. Sementara Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Denmark, serta beberapa anggota lainnya memilih menolak.
Langkah ini dipicu pemberitahuan dari Inggris, Prancis, dan Jerman pada 28 Agustus lalu. Ketiga negara Eropa dikenal sebagai E3 menuduh Iran melakukan "ketidakpatuhan signifikan" terhadap komitmen nuklirnya.
Mereka menyebut cadangan uranium yang diperkaya Iran sudah melampaui 40 kali batas JCPOA, selain adanya pembatasan akses Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ke sejumlah fasilitas utama.
Dalam mekanisme yang dikenal sebagai snapback, sanksi PBB otomatis berlaku kembali kecuali ada keputusan tegas dari DK PBB untuk mempertahankan pelonggaran.
Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan mengatakan sehari sebelumnya dalam wawancara dengan Channel 12 Israel bahwa ia memperkirakan sanksi memang akan kembali, menyebut proposal Iran yang diajukan dalam negosiasi sebagai "tidak serius".
Menanggapi keputusan tersebut, Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani menyebut langkah DK PBB itu "terburu-buru, tidak sah, dan bermotif politik".
Menurutnya, negara-negara Eropa justru yang gagal memenuhi kewajiban mereka dalam perjanjian nuklir. "Program nuklir Iran sepenuhnya damai," tegas Iravani dalam pernyataan yang dikutip sejumlah media PBB.
Meski begitu, ia masih membuka ruang dialog. "Jalur diplomasi tetap terbuka, tetapi Iran yang akan menentukan dengan siapa dan atas dasar apa mereka terlibat," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dijadwalkan bertemu dengan mitra Eropa pekan depan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York.
Jika tak ada perubahan, mulai 27 September sanksi PBB terhadap Iran akan kembali aktif. Sanksi itu mencakup embargo senjata konvensional, pembatasan rudal balistik, pembekuan aset, larangan perjalanan, serta larangan transfer teknologi terkait nuklir.
Meski jalurnya tegas, masih ada celah diplomasi. Penjabat Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, mengatakan penerapan kembali sanksi "tidak menutup kemungkinan pencabutan di kemudian hari melalui diplomasi".

0Komentar