Studi terbaru Google Cloud lewat laporan DORA 2025 mengungkap 90% pengembang perangkat lunak kini menggunakan alat AI. Adopsi meningkat 14% dibanding tahun lalu, dengan dampak signifikan pada produktivitas dan kualitas kode. (Unsplash)

Adopsi kecerdasan buatan (AI) di kalangan pengembang perangkat lunak melonjak drastis pada 2025. Laporan tahunan State of AI-assisted Software Development yang dirilis Google Cloud lewat tim riset DORA, Rabu (24/9), mencatat 90 persen developer kini menggunakan alat berbasis AI dalam pekerjaan mereka. 

Angka itu naik 14 persen dibanding tahun lalu dan menjadikan AI hampir menyeluruh di proses pengembangan perangkat lunak.

Survei yang melibatkan hampir 5.000 profesional teknologi di berbagai negara mengungkap, pengembang rata-rata menghabiskan dua jam per hari untuk tugas berbasis AI, mulai dari penulisan kode, pengujian, hingga tinjauan keamanan. 

Sebanyak 65 persen responden mengaku sangat bergantung pada teknologi ini dalam pekerjaan sehari-hari.

Google menilai tren tersebut dipicu manfaat nyata pada produktivitas. Lebih dari 80 persen responden mengatakan AI meningkatkan efisiensi kerja, sementara 59 persen menyebut kualitas kode ikut terdongkrak. 

CEO Google Sundar Pichai bahkan sempat mengungkap bahwa lebih dari seperempat kode baru di perusahaan kini dihasilkan AI, yang disebut mampu mendongkrak produktivitas tim engineering hingga 10 persen.

Ryan Salva, pimpinan tim pengembang Gemini Code Assist di Google, menyebut penggunaan AI sudah menjadi rutinitas di internal perusahaan. 

“Jika Anda adalah seorang engineer di Google, tidak dapat dihindari bahwa Anda akan menggunakan AI sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari,” katanya kepada CNN.

Namun di balik angka tinggi itu, muncul paradoks soal kepercayaan. Hanya 24 persen pengembang yang menaruh keyakinan penuh pada hasil keluaran AI. 

Sebanyak 20 persen menyebut cukup percaya, sementara hanya 4 persen mengaku sangat percaya. Di sisi lain, 30 persen responden justru menilai hasil AI “kurang” atau “tidak dapat dipercaya sama sekali”.

Situasi ini sejalan dengan temuan survei Stack Overflow tahun 2025, yang mencatat 46 persen pengembang meragukan akurasi output AI naik dari 31 persen pada 2024. Kondisi tersebut memperlihatkan peran AI masih lebih sebagai asisten kerja ketimbang pengganti penilaian manusia.

Laporan Google Cloud juga menyoroti dampak lain: kesulitan bagi insinyur perangkat lunak pemula. Data Federal Reserve New York menunjukkan, tingkat pengangguran lulusan baru ilmu komputer kini lebih tinggi dibanding jurusan non-teknis seperti sejarah seni dan bahasa Inggris. 

Situs Indeed melaporkan lowongan software engineering turun 71 persen dalam kurun Februari 2022–Agustus 2025.

Untuk menghadapi tantangan implementasi, Google memperkenalkan DORA AI Capabilities Model. Kerangka ini menekankan tujuh praktik, mulai dari alur kerja batch kecil hingga komunikasi yang jelas, sebagai resep agar AI bisa benar-benar efektif di organisasi. 

“Bahkan dengan bantuan AI, tim tetap memerlukan cara untuk mendapatkan umpan balik cepat terhadap perubahan kode yang dilakukan,” ujar Salva.

Google menegaskan, keberhasilan AI bukan sekadar soal angka adopsi, tapi lebih pada bagaimana organisasi mampu membangun lingkungan teknis dan budaya yang tepat agar teknologi ini berkembang.