Ahli telematika Roy Suryo bersama dr. Tifauzia Tyassuma mendatangi DPR untuk meminta audiensi terkait polemik ijazah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Ahli telematika Roy Suryo bersama dokter Tifauzia Tyassuma (dr. Tifa) mengajukan permintaan audiensi atau rapat dengar pendapat umum (RDPU) ke DPR RI terkait polemik ijazah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Permohonan resmi diserahkan ke Komisi III dan Komisi X DPR, Senin (8/9/2025), di Gedung DPR, Jakarta.

“Kami ingin melakukan audiensi, kalau bisa RDPU, membahas temuan-temuan soal pendidikan dan hukum,” ujar Roy Suryo usai menyerahkan surat permohonan.

Dalam pernyataannya, Roy menyinggung buku setebal 700 halaman berjudul Jokowi’s White Paper yang disebut berisi analisis akademis mengenai dugaan kejanggalan ijazah Presiden Jokowi. Buku itu menyoroti inkonsistensi data, termasuk soal waktu Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan wisuda saat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Roy juga mempertanyakan keabsahan ijazah SMA milik Wakil Presiden Gibran. Menurutnya, Gibran hanya menempuh dua tahun pendidikan di Orchard Road Secondary School di Singapura, tetapi ada SK penyetaraan dari Kementerian Pendidikan yang menyetarakan ijazah S2 dari University of Technology Sydney (UTS) setara dengan ijazah SMA.

“UTS itu padahal hanya kursus matrikulasi. Kok bisa disetarakan dengan SMA? Dasarnya dari mana?” kata Roy.

Kasus dugaan ijazah palsu Jokowi sebelumnya sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada April 2025 dengan nomor laporan LP/B/2831/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA. Laporan itu menjerat pasal pencemaran nama baik, yakni Pasal 310 dan 311 KUHP serta UU ITE.

Namun, pada Mei 2025, Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan. Kepala Divisi Humas Polri kala itu menuturkan, hasil uji laboratorium forensik menunjukkan ijazah Jokowi identik dengan ijazah pembanding milik rekan seangkatannya di UGM.

“Dari hasil pemeriksaan labfor, dokumen ijazah yang ditunjukkan identik dengan milik alumni seangkatan. Tidak ada indikasi pemalsuan,” jelas pejabat Polri.

Sementara itu, UGM melalui rektornya juga sudah menyatakan ijazah Jokowi asli. Pernyataan ini justru memicu pro-kontra karena sebagian kalangan menilai klarifikasi tersebut tidak menjawab pertanyaan publik secara tuntas.

Selain persoalan Jokowi, gugatan perdata terkait ijazah SMA Gibran tengah berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu menyoroti perbedaan data kelulusan ada yang menyebut 2007, ada pula yang mencatat 2010 serta dasar hukum penyetaraan ijazah UTS menjadi setara SMA.

“Ini kan aneh. Tahun kelulusannya tidak konsisten, bahkan SK penyetaraannya menimbulkan pertanyaan. Itu indikasi ketidakbenaran dalam riwayat pendidikan,” tegas Roy.

Sejumlah ahli hukum menilai, DPR memiliki ruang untuk menindaklanjuti permintaan audiensi ini. Feri Amsari, pakar hukum tata negara, menuturkan parlemen bisa menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau menyatakan pendapat jika kasus ini dianggap mengganggu integritas pejabat negara.

“Jika ada keraguan publik yang terus berulang, DPR bisa masuk melalui mekanisme konstitusional untuk memastikan transparansi,” kata Feri.

Polemik ijazah Jokowi dan Gibran hingga kini masih memicu perdebatan, baik di ruang politik maupun masyarakat. Langkah Roy dan dr. Tifa mengajukan RDPU ke DPR menambah babak baru dari kontroversi yang sejak awal 2025 terus menjadi sorotan publik.