Rocky Gerung kritik target pertumbuhan ekonomi 8% era Prabowo. Ia sebut kebijakan Purbaya keliru, abaikan fiskal, lingkungan, dan rakyat kecil. 

Pengamat politik Rocky Gerung melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya target pertumbuhan 8 persen yang dipresentasikan Menteri Keuangan Yudi Purbaya. Kritik itu disampaikan dalam sebuah forum Great Institute pada Selasa (16/9/2025).

Rocky menilai kebijakan yang mengandalkan teori monetaris Milton Friedman tidak menjawab masalah utama Indonesia. 

“Problem utama ada di fiskal, tapi yang diutak-atik justru moneter. Bagaimana mungkin kasir mendorong pabrik, sementara kepala pabriknya para politisi teknis yang publik anggap copet?” ujarnya.

Menurut Rocky, fokus pemerintah pada kebijakan moneter justru mengabaikan problem fiskal dan tata kelola politik ekonomi. Ia menyebut target pertumbuhan 8 persen bisa kontraproduktif bila kerusakan lingkungan tidak diperhitungkan. 

“Di dunia internasional, variabel lingkungan sudah jadi ukuran pertumbuhan. Tapi dari kabinet kita, belum ada yang membicarakannya,” katanya.

Rocky juga menyoroti beban sosial yang ditanggung masyarakat kecil ketika daya beli melemah. 

“Kalau mereka sudah turun ke jalan dengan membawa panci, itu tanda daya beli benar-benar hancur,” ucapnya.

Menteri Keuangan Yudi Purbaya menanggapi kritik tersebut dengan menegaskan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah sudah dirancang untuk memperkuat pertumbuhan jangka panjang. 

Dalam pernyataannya, Purbaya menyebut langkah menarik Rp200 triliun dana pemerintah yang mengendap di Bank Indonesia ke sektor riil sebagai upaya menjaga momentum ekonomi.

Ia juga menepis anggapan bahwa kebijakan moneter menjadi satu-satunya tumpuan. 

“Pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Kebijakan fiskal dan moneter harus berjalan beriringan. Jangan sampai publik salah kaprah hanya karena framing,” kata Purbaya dalam keterangan resminya, Rabu (17/9/2025).

Sejak awal 2025, pemerintahan Prabowo mengusung target pertumbuhan tinggi dengan menekankan industrialisasi dan investasi. Namun, pencopotan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sempat memicu kekhawatiran pasar terhadap kredibilitas fiskal Indonesia.

Di sisi lain, tantangan global juga menghantui. Inflasi dunia masih tinggi di kisaran 8 persen dengan ancaman resesi, sementara Indonesia harus membiayai program sosial besar seperti makan bergizi gratis.

Rocky menyebut sinergi antar kementerian teknis seperti perdagangan, perindustrian, dan pertanian perlu diperkuat, bukan sekadar mengandalkan optimisme Menteri Keuangan. 

“Pemerintah optimis tapi irasional, sedangkan publik pesimis tapi rasional,” ujarnya.