![]() |
| OpenAI dan perusahaan teknologi global kembali menggenjot riset robot humanoid. Robot serbaguna ini menjadi alat strategis dalam persaingan kecerdasan buatan dan inovasi dunia nyata. |
Setelah sempat menghentikan riset robotika pada 2021, OpenAI kini kembali menekuni pengembangan robot humanoid. Perusahaan pengembang kecerdasan buatan ini membentuk tim baru dan merekrut peneliti berpengalaman untuk mengembangkan algoritma pengendali robot yang mampu beroperasi layaknya manusia di dunia nyata.
Langkah tersebut terungkap dari sejumlah lowongan kerja serta profil peneliti yang bergabung. Salah satunya Chengshu Li, peneliti dari Stanford University yang dikenal fokus meneliti tolok ukur kemampuan robot humanoid dalam mengerjakan tugas rumah tangga.
“Tim robotika akan mengembangkan sistem AI yang dapat dilatih melalui teleoperasi dan simulasi untuk digunakan pada robot serbaguna,” tulis OpenAI dalam salah satu keterangan lowongan kerja.
Disebutkan pula penggunaan Nvidia Isaac, platform simulasi populer untuk pelatihan robot skala besar.
OpenAI sempat menutup sebagian besar riset robotikanya pada 2021, dengan alasan ingin fokus pada pengembangan model bahasa besar.
Sebelumnya, perusahaan ini pernah mencuri perhatian publik lewat algoritma yang membuat tangan robot menyelesaikan Rubik’s cube.
Kini, arah baru OpenAI menandai kebangkitan ambisi lama. yaitu, membangun sistem kecerdasan buatan yang tidak hanya cerdas dalam dunia digital, tetapi juga mampu memahami dan berinteraksi dengan dunia fisik.
Dalam keterangan rekrutmen, perusahaan menegaskan tujuan jangka panjangnya, yakni mengembangkan robot serbaguna yang bisa menjadi penopang dalam pencapaian Artificial General Intelligence (AGI).
Sejumlah lowongan terbuka bahkan menyebut keahlian dalam “perancangan sistem mekanik untuk produksi massal.” Hal ini memunculkan spekulasi bahwa OpenAI tidak hanya akan mengembangkan algoritma, tetapi juga perangkat keras robot humanoid dalam jumlah besar.
Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi apakah perusahaan akan merakit robotnya sendiri atau menggandeng mitra industri.
Langkah OpenAI ini menarik perhatian kalangan akademisi. Stefanie Tellex, profesor di Universitas Brown, menilai tantangan terbesar justru ada di perancangan model AI yang dapat memproses data sensorik dalam skala besar dan memberi respons fisik dengan cepat.
“Membangun robot yang lebih efektif akan membutuhkan model yang dapat melihat dan bertindak dengan ketepatan tinggi,” ujarnya dikutip Wired.
Ia menambahkan, belum ada informasi detail soal strategi spesifik OpenAI, dan menurutnya perusahaan ini juga tidak otomatis punya keunggulan dibanding kompetitor lain.
Di panggung internasional, startup seperti Figure, Agility Robotics, dan Apptronik telah lebih dulu menampilkan prototipe robot humanoid dengan kemampuan mobilitas tinggi.
Sementara itu, perusahaan besar seperti Tesla lewat robot Optimus dan Google juga menggelontorkan dana besar untuk riset humanoid.
Dengan peta persaingan yang semakin padat, langkah OpenAI kembali masuk ke arena robotika humanoid dipandang sebagai upaya memperluas pijakan mereka di luar teknologi bahasa, sekaligus menjajaki penerapan AGI di dunia nyata.

0Komentar