Pemerintah akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) 2026 dengan anggaran Rp 1,2 triliun per hari untuk 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. (Ist)

Pemerintah menyiapkan pelaksanaan penuh Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Januari 2026. Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut anggaran yang akan dikeluarkan mencapai Rp 1,2 triliun per hari untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.

“Insya Allah tahun depan kita akan mulai dari Januari dengan 82,9 juta (anak) dan Badan Gizi Nasional akan spending Rp 1,2 triliun per hari,” kata Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam keterangan pers, Senin (8/9/2025).

Dana sebesar Rp 1,2 triliun per hari tersebut jika ditotal setara Rp 335 triliun untuk tahun 2026. Angka ini dibandingkan Dadan dengan anggaran kementerian lain.

“Nah ini sama dengan setengah anggaran Kementerian Perencanaan Pembangunan satu tahun ya. Jadi dua hari BGN sama dengan satu tahun (anggaran) Perencanaan Pembangunan Nasional,” ujarnya.

Sepanjang 2025, pemerintah menyiapkan Rp 71 triliun untuk MBG. Namun hingga September, realisasi baru Rp 13 triliun atau 18,3 persen dari total. Pemerintah menargetkan tambahan dana Rp 100 triliun untuk menutup kebutuhan hingga akhir tahun.

Saat ini, BGN mencatat sudah ada 7.475 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi dan melayani 25 juta orang. Jumlah tersebut disebut setara dengan populasi Australia atau empat negara Skandinavia.

Program MBG melibatkan mitra swasta dan masyarakat. Hingga kini, ada 29.000 SPPG yang telah mendaftar. Biaya pembangunan satu SPPG diperkirakan Rp 2 triliun per unit, tetapi ditanggung pihak mitra, bukan APBN.

“Jadi ini bukan uang pemerintah, ini uang masyarakat,” kata Dadan.

Selain memberikan makan bergizi, program ini dinilai memicu perputaran ekonomi. Setiap unit SPPG disebut menyerap 50 tenaga kerja langsung. Di luar itu, setiap SPPG membutuhkan sekitar 15 pemasok bahan baku dan logistik, yang otomatis menambah kebutuhan buruh, sopir, dan pekerja gudang.

Ekonom dari Universitas Indonesia, Ratna Sari, menuturkan program MBG berpotensi memberi multiplier effect besar di sektor pertanian dan UMKM. 

“Jika distribusinya lancar, petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil bisa menikmati pasar baru yang stabil,” ucap Ratna.

Meski skalanya besar, program ini masih menghadapi kritik. Sejumlah pengamat menyoroti rendahnya penyerapan anggaran 2025 dan mengusulkan model distribusi lain untuk menekan biaya. Salah satu usulan adalah penggunaan bahan mentah seperti di Swiss, yang memanfaatkan redistribusi surplus makanan dari supermarket.

Pemerintah menegaskan program ini merupakan bagian dari strategi nasional menekan stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 

“Dampak ekonominya luar biasa karena satu SPPG mempekerjakan 50 orang, satu SPPG membutuhkan 15 supplier, dan setiap supplier pasti membutuhkan SDM pendukungnya,” ujar Dadan.

Dengan jadwal pelaksanaan penuh mulai Januari 2026, pemerintah memastikan persiapan infrastruktur dan kerja sama mitra akan terus dipercepat di sisa tahun ini.