Pemerintah resmi menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun ke perbankan nasional untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Langkah itu diumumkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Dana tersebut disalurkan ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), masing-masing BRI, BNI, dan Bank Mandiri sebesar Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, serta Bank Syariah Indonesia Rp 10 triliun.
Bank penerima diperbolehkan menyalurkan ke sektor mana pun, kecuali untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN). Dana juga bisa diarahkan untuk mendukung program prioritas pemerintah.
“Kalau kita lihat sih delay dari monetary policy injeksi uang itu ke sistem kalau dari Amerika 14 bulan. Kalau di sini biasanya 4 bulan sudah kelihatan paling lambat ya,” ujar Purbaya.
Ia menambahkan, pengalaman serupa pada 2021 menunjukkan dampaknya bahkan bisa terasa hanya dalam satu bulan melalui kenaikan kredit.
Menurut Purbaya, tambahan likuiditas akan memicu bank mencari proyek dengan imbal hasil paling tinggi dan aman.
“Mereka akan mencari proyek-proyek yang memberikan return paling tinggi dan yang paling aman dulu. Itu akan menimbulkan kompetisi di antara bank-bank tadi dan akan menekan suku bunga ke bawah pinjaman,” jelasnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pihaknya akan memantau penggunaan dana agar penyaluran kredit berjalan optimal. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang sebelumnya di bawah 20 persen kini naik di atas 20 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) bank Himbara juga turun di bawah 90 persen, memberi ruang lebih besar bagi ekspansi kredit.
Di sisi lain, pelaku usaha menilai kebijakan ini berpotensi mempercepat turunnya biaya pinjaman. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan, akses kredit yang lebih longgar akan membantu dunia usaha mengembangkan produksi.
“Kami berharap ini segera dirasakan di sektor riil, terutama bagi UMKM dan korporasi yang masih terbebani bunga tinggi,” ujarnya.
Data Bank Indonesia menunjukkan, meski suku bunga acuan sudah turun ke level 5 persen, penurunan bunga kredit masih lambat. Pada Juli 2025, bunga kredit rata-rata berada di level 9,16 persen.
Beberapa penurunan terlihat pada kredit korporasi, yang turun menjadi 7,31 persen, serta kredit UMKM yang turun ke 10,86 persen. Namun, kredit konsumsi masih stagnan.
Pemerintah memperkirakan injeksi likuiditas ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi sekaligus penerimaan pajak. Setiap kenaikan 0,5 persen dalam pertumbuhan ekonomi diperkirakan bisa menambah pemasukan negara lebih dari Rp 100 triliun.
Purbaya menegaskan kebijakan tersebut tidak akan menimbulkan inflasi berlebihan karena ekonomi masih punya ruang serapan yang luas.
Bank-bank penerima wajib melaporkan penggunaan dana setiap bulan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Perbendaharaan. OJK pun terus mengawasi efektivitas kebijakan, termasuk perkembangan kredit yang mengalir ke sektor riil.
“Setengah sampai satu bulan sudah mulai kelihatan pembalikan arah kredit. Jadi saya pikir enggak terlalu lama lagi kita akan lihat ekonomi yang lebih bergairah,” kata Purbaya menutup pernyataannya.

0Komentar