Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai tarif cukai rokok 57% terlalu tinggi dan bisa membahayakan jutaan pekerja. Pernyataannya langsung mendorong saham emiten rokok melonjak hingga 20% di bursa. (Biro KLI Kemenkeu)

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti kebijakan cukai hasil tembakau yang menurutnya sudah berada pada level terlalu tinggi. Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (19/9/2025), Purbaya mengaku terkejut mengetahui tarif rata-rata cukai rokok telah mencapai 57 persen.

"Saya tanya kan, cukai rokok gimana, sekarang berapa? rata-rata 57%, wah tinggi amat, firaun lu," ujar Purbaya kepada wartawan. Istilah "firaun" dipakai untuk menggambarkan betapa tinggi tarif tersebut.

Menteri Keuangan yang baru seminggu menjabat itu menegaskan, kebijakan fiskal tidak boleh sampai "membunuh" industri tanpa mempertimbangkan nasib jutaan pekerja. 

Ia menilai pemerintah belum menyiapkan program mitigasi jika tenaga kerja terdampak kebijakan tersebut.

"Selama kita enggak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur, industri itu enggak boleh dibunuh," katanya.

Industri hasil tembakau sendiri diketahui menyerap sekitar 5,98 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu, 4,28 juta orang bekerja di sektor manufaktur dan distribusi, sementara 1,7 juta lainnya berada di sektor perkebunan. Di Jawa Timur, sekitar 97 persen buruh rokok adalah perempuan.

Pernyataan Purbaya langsung berimbas pada pergerakan pasar saham. Saham-saham emiten rokok kompak melonjak hingga 20 persen pada perdagangan Jumat. Saham Gudang Garam tercatat naik 19,09 persen, sementara HM Sampoerna melesat 24,32 persen.

"Saham rokok pada naik 20 persen. Saya ngomong cukai, naik 20 persen. Mungkin masih akan naik," kata Purbaya sembari tersenyum.

Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyebut fenomena tersebut sebagai "Purbaya Effect". Menurutnya, pernyataan sang menteri memberikan sinyal positif bahwa industri rokok mendapat perhatian baru dari pemerintah setelah lama menghadapi kenaikan cukai bertubi-tubi.

Di sisi lain, Purbaya menekankan pentingnya memberantas peredaran rokok ilegal yang merugikan pelaku industri resmi. Ia menyebut pemerintah menarik ratusan triliun rupiah dari cukai rokok, namun belum memberikan perlindungan memadai terhadap pasar industri legal.

"Enggak fair kan kita narik ratusan triliun pajak dari rokok, sementara mereka enggak dilindungi marketnya, kita membunuh industrinya," tegasnya.

Purbaya menyampaikan rencana untuk mengunjungi Jawa Timur guna berdialog langsung dengan pelaku industri rokok dan melihat kondisi lapangan. Ia juga telah menginstruksikan jajarannya memonitor peredaran rokok ilegal, terutama yang marak dijual secara online.

Meski mengakui tarif cukai tinggi merupakan bagian dari upaya pengendalian konsumsi sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Purbaya menekankan bahwa kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi yang luas.

"Rokok memang perlu dibatasi, tapi jangan sampai caranya merugikan pekerja tanpa ada solusi lain," kata dia.