PT Gudang Garam Tbk mendesak pemerintah segera mengambil langkah tegas memberantas peredaran rokok ilegal yang kini menguasai 46% pasar nasional. Penjualan turun hampir 15% dan laba anjlok 87% pada semester I-2025. (ANTARA FOTO)

PT Gudang Garam Tbk mendesak pemerintah segera mengambil langkah tegas terkait maraknya peredaran rokok ilegal yang semakin menekan kinerja industri tembakau nasional. Dalam paparan publik virtual pada Kamis (11/9/2025), Direktur Gudang Garam Istata Siddharta menyebut rokok tanpa pita cukai atau dengan pita cukai yang tidak tepat pemasangannya menjadi tantangan utama perusahaan saat ini.

Menurut data internal, peredaran rokok ilegal sudah menguasai sekitar 46% dari total konsumsi rokok nasional. Kondisi itu berdampak langsung pada kinerja Gudang Garam. 

Volume penjualan perusahaan pada semester I-2025 turun 14,9% menjadi 23,7 miliar batang, dari 27,8 miliar batang pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih pun tertekan 87,3% menjadi Rp117,16 miliar, anjlok dari Rp925,5 miliar pada semester I-2024.

"Dalam situasi seperti ini, kalau bisa, konsumen akan memilih SKM (sigaret kretek mesin) yang tidak dikenakan cukai dibandingkan SKT (sigaret kretek tangan) yang dikenakan cukai," ujar Istata. 

Ia menekankan, Gudang Garam sebagai korporasi swasta tidak memiliki kewenangan melakukan penindakan hukum terhadap pelaku.

Menurutnya, jalan keluar bukan sekadar penindakan lapangan, melainkan penciptaan regulasi cukai yang lebih adil. 

"Ciptakanlah suatu peraturan cukai yang memungkinkan industri ini pulih kembali dan bisa bersaing dengan rokok ilegal," kata Istata.

Direktur sekaligus Corporate Secretary Gudang Garam, Heru Budiman, menambahkan perusahaan telah berupaya beradaptasi dengan memperbesar segmen SKT sejak 2024 untuk menyasar konsumen dengan daya beli lebih rendah. Namun, langkah itu belum mampu mengimbangi derasnya peredaran produk ilegal.

Dari sisi pemerintah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat hingga Juli 2025 telah dilakukan 13.248 penindakan barang ilegal dengan nilai Rp3,9 triliun. Sebanyak 61% di antaranya merupakan penindakan terhadap rokok ilegal. Berdasarkan kajian Indodata Research Center, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal pada 2024 mencapai Rp97,81 triliun.

Ekonom senior dan Dewan Pakar Apindo, Wijayanto Samirin, menilai masalah ini juga dipengaruhi regulasi yang belum tepat. Ia menyoroti beberapa ketentuan dalam PP 28/2024 yang justru membuka celah bagi maraknya rokok ilegal. 

"Sementara pengawasan di lapangan masih lemah," ujarnya.

Meski pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan cukai rokok pada 2025, industri rokok legal masih menghadapi tekanan berat akibat persaingan tidak sehat dengan produk ilegal yang bisa dijual jauh lebih murah karena bebas beban cukai.