Kritik tajam menghujani Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka setelah Presiden Prabowo Subianto bertolak ke China sejak awal pekan ini. Di tengah meningkatnya eskalasi demonstrasi di sejumlah kota besar, Gibran justru terlihat menghadiri acara gereja di Medan dan membagikan sembako di beberapa wilayah, yang dinilai tak sejalan dengan urgensi situasi nasional.
Demonstrasi yang meletup di Jakarta, Medan, Surabaya, hingga Makassar selama sepekan terakhir memprotes berbagai isu, mulai dari harga bahan pokok yang merangkak naik hingga dugaan ketidakadilan distribusi program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Di Medan, pemerintah bahkan memberlakukan kerja dari rumah (WFH) untuk pegawai negeri dan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Namun, kehadiran Gibran di kota tersebut pada Sabtu (6/9/2025) lebih banyak diwarnai agenda seremoni keagamaan.
"Kalau melihat aktivitas Gibran belakangan ini ya, kita melihatnya bukan sebagai orang yang berada di struktur tertinggi dan malah kalah dari bawahannya, yaitu anggota kabinet lainnya, Menko, Kepolisian, Menteri," ujar Jurnalis Senior Agi Betha saat dihubungi Minggu (7/9/2025).
Dalam sejumlah rekaman yang beredar, Gibran tampak menyapa warga dan membagikan sembako kepada masyarakat di Medan, meski situasi kota sedang tegang. Kritik pun mengalir deras.
"Tidak berubah, misalnya di Medan dia ikut acara di gereja. Padahal di Medan itu rusuh tidak berhenti, bahkan diberlakukan WFH, sampai mahasiswa USU juga disuruh belajar di rumah," kata Agi Betha.
Demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah disebut belum menunjukkan tanda mereda. Aparat kepolisian mencatat sedikitnya 17 aksi protes terjadi sepanjang pekan pertama September, dengan Jakarta dan Medan menjadi episentrum.
"Kalau saya lihat di semua kota itu masih ramai (aksi demonstrasi), jadi seharusnya Gibran sekarang ini kan menjadi tangannya Pak Prabowo setidaknya," lanjut Agi. "Tapi itu justru tidak terlihat sama sekali."
Sementara itu, Juru Bicara Istana, Fadli Arman, menyatakan bahwa Presiden Prabowo tetap memantau situasi nasional secara intensif melalui rapat virtual dengan jajaran kementerian dan aparat penegak hukum.
"Presiden sudah memberikan arahan jelas kepada Wakil Presiden dan seluruh menteri terkait. Tidak ada kekosongan kekuasaan. Pemerintahan berjalan normal meskipun Presiden sedang kunjungan ke luar negeri," katanya.
Fadli juga membela aktivitas Gibran yang menuai kritik. Menurutnya, pembagian sembako adalah bagian dari program rutin pemerintah untuk membantu warga terdampak inflasi pangan.
"Wapres turun langsung ke lapangan untuk menyapa rakyat, itu hal yang positif. Jangan semua dilihat dari kacamata politik," ujar dia.
Namun, sejumlah pengamat menilai kegiatan bagi-bagi sembako itu bukan langkah strategis di tengah gejolak sosial. Agi Betha bahkan menyebut pola tersebut merupakan warisan politik keluarga Presiden Joko Widodo.
"Apa yang dilakukan Gibran ini hampir sama dengan apa yang dilakukan rakyat biasa. Jadi seperti misalnya dia tetap bagi-bagi sembako. Mirip bapaknya, dan itu sekarang diturunkan pada Gibran dan Bobby ya. Bobby juga membagikan sembako, karena memang itu taktiknya ya," tuturnya.
Menurut Agi, dampak bantuan tersebut hanya bersifat sesaat.
"Apasih dampak dari bagi-bagi sembako? Itu kan hanya spot itu saja, sangat kecil. Yang seharusnya itu bisa dilakukan oleh teman-teman LSM atau ibu-ibu peduli," katanya lagi.
Ia menduga tim media dan konsultan politik Gibran sengaja mempertahankan strategi ini karena terbukti efektif membangun citra Jokowi selama satu dekade terakhir.
Gibran sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait kritik yang menyeret namanya. Namun, tekanan terhadapnya kian menguat seiring petisi pemakzulan yang diajukan Forum Purnawirawan Prajurit TNI bersama mantan Wakil Presiden Try Sutrisno.
Mereka menuding Gibran gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya dan lebih sibuk dengan kegiatan populis. Hingga Minggu malam (7/9), petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 80 ribu orang secara daring.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Retno Lestari, menilai sorotan terhadap Gibran bukan semata soal bagi-bagi sembako, melainkan soal absennya kepemimpinan saat negara sedang menghadapi tekanan sosial.
"Publik ingin melihat figur Wapres yang hadir di tengah krisis, bukan hanya hadir di tengah kamera," kata Retno.
Ketidakpuasan publik terhadap Gibran berpotensi mempengaruhi stabilitas pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru berjalan delapan bulan.
Gelombang demonstrasi diperkirakan masih akan berlanjut hingga pertengahan September bila tidak ada langkah signifikan dari pemerintah pusat.
Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak agar pemerintah membuka kanal komunikasi langsung dengan mahasiswa dan buruh yang menjadi motor aksi protes.
Meski dikritik, Gibran masih mendapat pembelaan dari kubu Prabowo yang menilai kehadirannya di lapangan justru bagian dari penguatan citra pemerintah.

0Komentar