Komnas HAM memanggil 18 saksi dalam penyelidikan kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Dua dekade berlalu, dalang pembunuhan belum terungkap. (Ist)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memanggil 18 saksi dalam penyelidikan kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib. Penyelidikan ini dimulai sejak awal 2023.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan proses pemeriksaan saksi masih berjalan. 

“Sejauh ini kami sudah memanggil sekitar 18 saksi dari berbagai kalangan, dan masih ada dari tiga kalangan yang perlu kami hadirkan untuk memberikan keterangan dalam penyelidikan yang kami lakukan,” kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah kepada wartawan di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Ahad, 7 September 2025.

Komnas HAM membentuk Tim Ad-Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat atas kasus Munir melalui SK No. 11 Tahun 2023, yang kemudian diperpanjang dengan SK No. 17 Tahun 2025. Tim ini bertugas menelusuri dokumen, mengkaji ulang Berita Acara Pemeriksaan lama, serta melakukan koordinasi dengan kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Selain itu, Komnas HAM juga mengumpulkan dokumen dari instansi pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil. Dukcapil dilibatkan untuk melacak keberadaan saksi yang sulit dihadirkan.

Namun, upaya tersebut tidak lepas dari kendala. Usia kasus yang sudah lebih dari dua dekade membuat sebagian saksi sulit ditemukan, sementara lainnya menolak memberikan keterangan.

Munir meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 rute Jakarta–Amsterdam. Autopsi mengungkap ia diracun arsenik yang dimasukkan ke dalam minuman. Munir saat itu dalam perjalanan menuju Belanda untuk melanjutkan studi di Universitas Utrecht.

Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda Indonesia, sempat divonis 20 tahun penjara atas keterlibatan dalam kasus ini. Ia dibebaskan bersyarat pada 2014, bebas murni pada 2018, dan meninggal akibat Covid-19 pada 2020. Sementara itu, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwopranjono, yang pernah menjadi terdakwa, divonis bebas.

Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak pernah dipublikasikan. Dokumen itu disebut hilang ketika ditagih kembali oleh aktivis HAM kepada Presiden Joko Widodo pada 2017.

Kasus Munir kerap disebut sebagai pembunuhan terstruktur yang melibatkan aktor berkuasa. Organisasi masyarakat sipil seperti Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan KontraS mendesak pemerintah segera menetapkan peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat.

Aktivis HAM menilai tanpa pengakuan tersebut, penyelidikan Komnas HAM akan terhenti di meja Kejaksaan Agung. 

“Kunci utama ada pada kemauan politik pemerintah,” ujar Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia.

Komnas HAM menargetkan laporan akhir penyelidikan selesai pada 8 Desember 2025, bertepatan dengan hari ulang tahun Munir. Anis Hidayah bahkan menyatakan siap mundur dari jabatannya bila tenggat tersebut tidak terpenuhi.