![]() |
| Dua blok kekuatan besar berebut pengaruh di panggung global, menandai pergeseran peta geopolitik dunia dan munculnya pusat kekuatan baru. (redfireonline) |
Peta aliansi dunia kembali bergeser pada 2025. Dua kelompok besar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan BRICS tampil sebagai poros kekuatan yang semakin menonjol, masing-masing dengan cara berbeda. NATO memperketat kerja sama militer dan menaikkan target belanja pertahanan, sementara BRICS merangkul anggota baru dan menyiapkan langkah penguatan ekonomi kolektif.
Pergeseran ini menandai langkah baru persaingan global yang menyentuh sektor keamanan, politik, hingga perdagangan.
Pertemuan puncak NATO di Den Haag, Belanda, 24–25 Juni 2025, menjadi langkah penting. Dalam KTT tersebut, para pemimpin sepakat menargetkan belanja pertahanan gabungan sebesar 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2035.
Angka itu terdiri dari 3,5 persen untuk belanja militer inti termasuk personel, operasi, dan modernisasi peralatan serta 1,5 persen untuk infrastruktur dan pertahanan siber.
Kesepakatan ini diumumkan langsung oleh Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
“Aliansi harus tetap siap menghadapi ancaman baru. Target 5 persen adalah komitmen kolektif agar setiap negara anggota memiliki kesiapan yang sama,” ujarnya dalam konferensi pers penutupan KTT, dikutip dari pernyataan resmi NATO.
Sementara itu, kelompok BRICS menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Johannesburg, Afrika Selatan, Agustus 2024, yang mengesahkan perluasan keanggotaan. Lima negara baru Arab Saudi, Iran, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Ethiopia resmi bergabung, memperluas forum yang sebelumnya berisi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Dengan tambahan ini, BRICS kini mencakup lebih dari 40 persen PDB dunia dalam ukuran paritas daya beli dan lebih dari separuh populasi global.
Presiden China Xi Jinping menyebut ekspansi ini sebagai langkah untuk “mewujudkan tatanan dunia multipolar yang lebih adil,” menurut catatan pertemuan yang dirilis Kementerian Luar Negeri China.
Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menambahkan bahwa forum ini berupaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS melalui peningkatan perdagangan dengan mata uang lokal.
Perkembangan dua blok besar itu berlangsung di tengah ketegangan yang belum mereda. Di Eropa Timur, Rusia terus bersitegang dengan negara anggota NATO.
Pada September 2025, pesawat tempur Rusia dilaporkan beberapa kali melintasi wilayah udara Estonia dan memicu patroli darurat NATO. Reuters melaporkan, Inggris mengirim jet tempur ke Polandia sebagai bagian dari misi pertahanan udara gabungan.
Pelanggaran udara ini menambah daftar gesekan yang muncul sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. NATO menilai langkah Rusia mengancam stabilitas kawasan.
“Kami akan terus meningkatkan kehadiran militer di sisi timur aliansi,” kata Stoltenberg dalam keterangan resmi setelah insiden terbaru.
NATO lahir pada 4 April 1949 di Washington, Amerika Serikat, sebagai respons negara Barat terhadap ancaman ekspansi Uni Soviet. Pasal 5 Perjanjian Atlantik Utara menegaskan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua.
Kini keanggotaan NATO mencakup 32 negara, termasuk Finlandia dan Swedia yang baru bergabung setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Sebaliknya, BRICS bermula dari forum empat negara yaitu Brasil, Rusia, India, dan China pada 2006, dengan Afrika Selatan bergabung pada 2010. Forum ini tidak memiliki sayap militer.
Tujuannya menyeimbangkan dominasi negara maju dalam lembaga keuangan global seperti IMF dan Bank Dunia, serta memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi di antara negara berkembang.
Ekspansi BRICS memunculkan potensi ekonomi yang semakin besar. Data New Development Bank (NDB), bank pembangunan yang didirikan BRICS, menunjukkan nilai PDB gabungan anggota baru dan lama kini melampaui kelompok G7 bila dihitung dengan paritas daya beli.
Ethiopia, salah satu anggota terbaru, diproyeksikan tumbuh 6,6 persen pada 2025, sementara India sekitar 6,2 persen.
Bank ini juga memperluas fasilitas pendanaan untuk proyek infrastruktur dan energi terbarukan. Dalam pernyataan resminya, Presiden NDB Dilma Rousseff menyebut, “Kami menyiapkan skema pembiayaan yang fleksibel agar negara anggota tidak semata bergantung pada lembaga Barat.”
Langkah BRICS menekan dominasi dolar AS dalam perdagangan juga menjadi sorotan. Menurut catatan Africanews dari KTT Johannesburg, penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan sudah diuji coba antara Rusia dan India untuk pembelian minyak. Meski porsi dolar masih dominan, eksperimen ini dipandang sebagai sinyal serius.
Tak mau kalah, NATO memperluas hubungan ke kawasan Asia Pasifik. Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru mempererat kemitraan melalui program latihan gabungan dan pertukaran intelijen.
Georgetown University dalam laporannya menyebut, kemitraan ini bertujuan mengantisipasi pengaruh China yang makin besar di Samudra Pasifik.
Langkah itu menambah dimensi global NATO, yang sebelumnya fokus pada kawasan Atlantik.
“Ancaman keamanan kini bersifat lintas kawasan. Kolaborasi dengan mitra di Asia adalah bagian dari strategi global,” kata Stoltenberg.
Amerika Serikat, yang menjadi motor utama NATO, menyebut pakta pertahanan itu sebagai “fondasi keamanan transatlantik yang tidak tergantikan,” menurut keterangan Departemen Luar Negeri AS.
Di sisi lain, Rusia menilai NATO memperluas pengaruh secara agresif. Presiden Vladimir Putin berulang kali menuduh aliansi itu memicu ketegangan di Ukraina dan Eropa Timur.
China menyambut hangat ekspansi BRICS dan menilainya sebagai kebangkitan negara berkembang atau Global South.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, “BRICS adalah simbol perlawanan terhadap dominasi sepihak dan wadah kerja sama yang inklusif.”
Pengaruh dua blok besar ini turut terasa di Asia Tenggara dan Timur Tengah. ASEAN, yang selama ini memposisikan diri sebagai forum netral, mengamati perkembangan BRICS dan NATO untuk menjaga stabilitas kawasan.
Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menjadi ruang diskusi tambahan, terutama setelah Arab Saudi dan Iran dua negara kunci Timur Tengah masuk BRICS.
Para pengamat mencatat bahwa keterlibatan Arab Saudi dan Iran memperbesar pengaruh BRICS di sektor energi, mengingat kedua negara adalah eksportir minyak utama. Data Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menunjukkan produksi gabungan keduanya mencapai lebih dari 15 persen pasokan minyak dunia.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan Uni Eropa mendorong Moskow semakin mendekat ke mitra BRICS, khususnya China dan India. Perdagangan energi dengan mata uang selain dolar mulai meningkat, meski skalanya belum menggantikan sistem berbasis dolar.
Di saat yang sama, NATO mempercepat inovasi teknologi pertahanan. Investasi besar diarahkan ke sistem pertahanan siber, senjata hipersonik, dan drone otonom. Dalam laporan tahunan, aliansi ini mencatat anggaran pertahanan gabungan telah melampaui satu triliun dolar AS.
Dengan dua poros kekuatan yang terus berkembang, dinamika geopolitik dunia bergerak ke arah multipolar. Persaingan NATO dan BRICS tak hanya berbentuk militer atau ekonomi, tetapi juga diplomasi dan pengaruh kebijakan.
Negara-negara berkembang kini memiliki lebih banyak opsi kemitraan, sementara negara Barat berupaya mempertahankan tatanan lama.
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa keseimbangan kekuatan internasional semakin cair. Pertemuan-pertemuan tingkat tinggi berikutnya baik NATO maupun BRICS diperkirakan akan terus menjadi sorotan utama karena dampaknya langsung pada arsitektur keamanan dan ekonomi global.

0Komentar