DPRD DKI Jakarta resmi sepakat merevisi tunjangan rumah Rp70 juta per bulan setelah menuai kritik publik dan aksi demonstrasi mahasiswa. Keputusan revisi akan diumumkan dalam rapat pimpinan dewan pada 8 September 2025. (Dok. JIEP)

Polemik tunjangan rumah anggota DPRD DKI Jakarta yang mencapai Rp70 juta per bulan akhirnya menemui titik terang. Seluruh fraksi di DPRD DKI sepakat untuk merevisi aturan tersebut setelah menuai kritik publik dan aksi demonstrasi mahasiswa.

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI, Judistira Hermawan, menyatakan bahwa keputusan bersama telah diambil. 

“Semua fraksi sudah menyepakati. Nanti akan ada pernyataan resmi dari pimpinan DPRD, tinggal menunggu waktu yang tepat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (7/9/2025).

Tunjangan rumah bagi anggota DPRD DKI saat ini diatur dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 415 Tahun 2022 yang ditandatangani Anies Baswedan. Besarannya Rp70,4 juta per bulan untuk anggota dewan, sementara pimpinan menerima hingga Rp78,8 juta per bulan termasuk pajak. 

Angka ini lebih tinggi dari aturan sebelumnya pada era Gubernur Djarot Saiful Hidayat yang menetapkan Rp60 juta untuk anggota dan Rp70 juta bagi pimpinan.

Kebijakan tersebut memicu sorotan karena dinilai tidak sebanding dengan kondisi ekonomi warga Jakarta. Angka tunjangan itu juga disebut lebih besar dibanding fasilitas serupa di DPR RI.

Pada 4 September 2025, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) menggelar aksi di depan Gedung DPRD DKI. 

Mereka membawa poster dan menyerukan tiga tuntutan utama yaitu transparansi gaji dan tunjangan anggota dewan, penghapusan tunjangan rumah yang dianggap berlebihan, serta audit menyeluruh terhadap BUMD DKI Jakarta.

“Ini bentuk ketidakadilan. Saat warga kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, anggota dewan menikmati tunjangan puluhan juta rupiah hanya untuk rumah,” seru salah satu orator aksi.

Selain Judistira, Wakil Ketua DPRD DKI Basri Baco menegaskan bahwa pihaknya siap mengevaluasi tunjangan sesuai kondisi terkini. 

“Prinsipnya kita akan sesuaikan. Semua fraksi sudah satu suara untuk direvisi,” katanya.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan telah berkoordinasi dengan DPRD. Menurutnya, kewenangan penuh revisi berada di tangan dewan. 

“Kami menunggu keputusan resmi DPRD. Rapat pimpinan akan digelar pada 8 September untuk membahas lebih lanjut,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Iwan Setiawan, menilai besaran tunjangan itu terlalu tinggi dan tidak relevan dengan kondisi ekonomi masyarakat. Ia menyebut gaji anggota DPRD DKI yang sudah mencapai Rp139 juta per bulan seharusnya cukup untuk kebutuhan perumahan. 

“Tunjangan sebesar itu fantastis dan melukai rasa keadilan publik,” katanya.

Sorotan tajam terhadap DPRD DKI turut memengaruhi kebijakan di tingkat nasional. Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, sebelumnya menyatakan bahwa perhitungan tunjangan perumahan DPR juga mengacu pada aturan di DPRD DKI. Setelah gelombang kritik dan demonstrasi, DPR akhirnya menghapus tunjangan rumah bagi para anggotanya.