![]() |
| Anggota DPR Nasir Djamil menyebut gedung Mahkamah Agung bisa roboh jika semua hakim penerima suap dari kasus Zarof Ricar dibongkar. (Detikcom/Anggi) |
Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, menyebut Gedung Mahkamah Agung (MA) bisa “roboh” jika semua hakim penerima aliran dana dari mantan pejabat MA, Zarof Ricar, dibongkar. Pernyataan itu disampaikan dalam fit and proper test calon hakim agung, Annas Mustaqim, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Nasir menilai lemahnya pengawasan internal di MA berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Belum lagi ada peristiwa Zarof yang mengumpulkan uang dari kasus ini, kasus ini, kalaulah dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung,” ujar Nasir dalam uji kelayakan tersebut.
Nama Zarof Ricar mencuat setelah divonis bersalah karena menerima gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas. Uang dan emas itu disimpan dalam brankas di rumahnya di kawasan Senayan, Jakarta, dalam kantong atau amplop dengan tulisan nomor perkara. Kasus tersebut berkaitan dengan dugaan suap pada sejumlah perkara kasasi di MA.
Selain dikenal sebagai pejabat MA, Zarof juga pernah menjadi produser film “Sang Pengadil”, ironi yang semakin menyorot praktik korupsi di lingkungan peradilan. Temuan kasus ini dianggap sebagai salah satu indikasi krisis integritas lembaga peradilan.
Menanggapi pertanyaan Nasir, Annas Mustaqim yang berasal dari Badan Pengawasan MA menuturkan bahwa pengawasan sebenarnya telah dilakukan melalui peringatan berulang dari pimpinan MA, pengadilan tingkat banding, hingga pengadilan tingkat pertama. Namun, ia mengakui masih ada celah karena faktor manusia.
“Harusnya rekan-rekan hakim yang mempunyai iman yang lebih kuat harus mengingatkan atau setidak-tidaknya menasihati agar berperilaku sebagaimana kode etik dan pedoman perilaku hakim,” kata Annas.
Ia juga mengusulkan penguatan regulasi, termasuk mendorong pembahasan Undang-Undang Contempt of Court untuk melindungi proses peradilan dari intervensi eksternal maupun tekanan publik.
Kasus Zarof Ricar memicu seruan agar MA memperketat pengawasan aset pejabat peradilan, meningkatkan transparansi dalam pengelolaan perkara kasasi, serta memperkuat sistem pengawasan internal agar lebih independen.
Pengamat hukum menilai lemahnya mekanisme pengawasan membuka ruang praktik gratifikasi. Menurut mereka, pembenahan menyeluruh diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengadilan.

0Komentar