Pemerintah Provinsi Jawa Barat memangkas sejumlah pos anggaran dalam APBD Perubahan 2025, termasuk hibah pesantren dan perjalanan dinas. (ANTARA/Nada Margaretha Sinambela)

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memangkas sejumlah pos anggaran dalam APBD Perubahan 2025, mulai dari perjalanan dinas hingga dana hibah pesantren. Namun di saat banyak penghematan dilakukan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tetap menerima dana operasional sebesar Rp21,6 miliar per tahun.

Pemangkasan paling drastis terjadi pada hibah pesantren. Dari alokasi sebelumnya Rp153 miliar, dana tersebut dihapus total. Sebagai gantinya, Pemprov Jabar menyiapkan beasiswa santri tidak mampu Rp10 miliar yang disalurkan melalui Kementerian Agama Jawa Barat.

“Bantuan hibah sering kali jatuh ke lembaga yang sama dan memiliki akses ke pusat kekuasaan,” kata Dedi Mulyadi di Bandung. Ia menyinggung contoh yayasan tertentu yang dalam lima tahun bisa mendapat hingga Rp45 miliar.

Selain hibah, dana perjalanan dinas juga dipotong dari Rp1,5 miliar menjadi Rp750 juta. Anggaran hasil efisiensi ini dialihkan ke belanja modal, terutama pembangunan jalan, jembatan, rehabilitasi ruang kelas, serta fasilitas kesehatan dan perhubungan. Belanja modal meningkat 172,78 persen, dari Rp1,77 triliun menjadi Rp4,83 triliun.

Meski pos anggaran lain disunat, dana operasional gubernur tetap mengalir. Berdasarkan peraturan pemerintah, jumlahnya ditentukan 0,15 persen dari realisasi pendapatan asli daerah (PAD). 

Dengan PAD Jawa Barat, dana operasional mencapai sekitar Rp28 miliar per tahun. Porsinya dibagi 75 persen untuk gubernur dan 25 persen untuk wakil gubernur.

“Dengan APBD Jawa Barat, dana operasional itu sekitar Rp28 miliar. Jumlah itu dibagi dua, gubernur 75 persen dan wakil gubernur 25 persen. Jadi yang saya terima sekitar Rp21,6 miliar per tahun,” ujar Dedi.

Ia mengakui gaji resmi gubernur hanya Rp8,1 juta per bulan. Namun ia menegaskan, dana operasional bukan untuk kepentingan pribadi. 

“Saya pribadi tidak ada masalah jika biaya operasional dihapus. Tapi yang dirugikan bukan saya dan keluarga, melainkan masyarakat. Sebab banyak peristiwa mendadak yang tidak teranggarkan dalam APBD,” ucapnya.

Kebijakan penghapusan hibah pesantren memunculkan reaksi dari kalangan pesantren, terutama yang mengandalkan bantuan operasional dari pemerintah daerah.

Menurut mereka, beasiswa santri tidak mampu hanya menyasar individu, sementara kebutuhan pesantren jauh lebih besar, mulai dari pembangunan asrama hingga perbaikan ruang belajar.

Di sisi lain, Pemprov Jabar menyebut langkah efisiensi ini diambil untuk menjawab kebutuhan publik yang lebih luas. 

“Kita belajar dari pengalaman, ada ketidakmerataan dalam hibah. Dengan realokasi ke infrastruktur dan pendidikan, manfaatnya bisa lebih dirasakan,” kata seorang pejabat Bappeda Jabar.

Pemerintah daerah menargetkan perbaikan jalan rusak dan pembangunan sekolah baru bisa dipercepat melalui APBD Perubahan 2025.

Kontras antara pemangkasan berbagai anggaran dan tetap besarnya dana operasional gubernur menjadi sorotan publik. Kalangan pengamat menilai, meski dasar hukumnya jelas, transparansi penggunaan dana operasional tetap perlu diperkuat agar tak menimbulkan kesan timpang di tengah kebijakan efisiensi.