Pejabat AS dan Rusia diam-diam membahas kesepakatan energi, termasuk peluang Exxon Mobil kembali ke proyek Sakhalin-1 di tengah perang Ukraina. (Sputnik)

Pejabat Amerika Serikat dan Rusia dilaporkan membahas kemungkinan kesepakatan besar di sektor energi dalam pertemuan perdamaian Ukraina baru-baru ini, termasuk peluang bagi Exxon Mobil untuk kembali ke proyek minyak raksasa Sakhalin-1 di Rusia. Informasi ini disampaikan oleh sejumlah sumber yang mengetahui langsung jalannya pembicaraan, Minggu (25/8).

Menurut sumber Reuters, usulan tersebut diajukan sebagai insentif bagi Kremlin agar bersedia menyetujui kerangka perdamaian di Ukraina. 

Selain itu, skema ini dapat membuka jalan bagi Washington untuk mempertimbangkan pelonggaran sanksi terhadap Moskow.

Diskusi berlangsung awal Agustus lalu, ketika utusan khusus AS Steve Witkoff berkunjung ke Moskow untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kepala Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), Kirill Dmitriev.

Komponen lain dari usulan energi tersebut mencakup kemungkinan Rusia membeli peralatan asal AS untuk proyek gas alam cair (LNG), khususnya Arctic LNG 2 yang dikelola perusahaan Novatek dan tengah menghadapi sanksi berat. 

Ada pula pembahasan mengenai pembelian kapal pemecah es bertenaga nuklir Rusia oleh pihak Amerika.

Kesepakatan potensial itu juga disebut sempat dibicarakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska, 15 Agustus lalu.

“Gedung Putih benar-benar ingin mengumumkan kesepakatan investasi besar setelah KTT Alaska. Itulah cara Trump menunjukkan bahwa ia telah meraih pencapaian penting,” ujar salah satu sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut.

Bersamaan dengan pertemuan itu, Putin menandatangani dekret yang memungkinkan investor asing, termasuk Exxon Mobil, untuk kembali mengakses saham di proyek Sakhalin-1. 

Namun, dekret tersebut menetapkan syarat ketat, yakni pemegang saham asing harus mengambil langkah mendukung pencabutan sanksi Barat terhadap Rusia.

Exxon Mobil hengkang dari Rusia pada 2022, tidak lama setelah invasi ke Ukraina, dan mencatat kerugian sekitar US$4,6 miliar akibat penyitaan 30% sahamnya di proyek Sakhalin-1. 

Proyek energi ini berada di kawasan timur jauh Rusia dan diperkirakan menyimpan cadangan sekitar 2,3 miliar barel minyak serta 17,1 triliun kaki kubik gas alam.

Sejumlah analis menilai, inisiatif Washington bisa menjadi bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendorong Rusia beralih membeli teknologi energi dari AS, alih-alih dari Tiongkok. 

Langkah ini dinilai berpotensi melemahkan kemitraan strategis antara Moskow dan Beijing, yang beberapa bulan terakhir semakin erat.

“Rusia dan Tiongkok sudah mengumumkan hubungan kemitraan tanpa batas. Upaya AS ini tampaknya bertujuan untuk menguji komitmen Moskow dalam kerja sama tersebut,” kata Andrei Baklanov, mantan diplomat Rusia, dalam sebuah wawancara dengan media lokal.

Meski sejumlah opsi energi dibicarakan, KTT Alaska berakhir tanpa kesepakatan nyata mengenai penyelesaian perang di Ukraina. 

Serangan Rusia terhadap wilayah Ukraina dilaporkan terus berlanjut bahkan selama pertemuan berlangsung.

Seorang pejabat Gedung Putih menyatakan Trump dan tim keamanan nasionalnya masih menjalin komunikasi dengan pihak Rusia maupun Ukraina. 

“Kami terus berupaya mengatur pertemuan bilateral yang bisa menghentikan pertempuran dan mengakhiri perang,” ujarnya, sembari menegaskan bahwa isu ini tidak dapat dinegosiasikan secara terbuka karena menyangkut kepentingan nasional.

Sementara itu, Uni Eropa tetap menegaskan posisinya untuk mendukung Ukraina, sementara Trump mengisyaratkan sanksi tambahan bagi Moskow apabila tidak ada kemajuan berarti dalam pembicaraan perdamaian.