Guru Besar IPB memperingatkan 100 ribu ton beras impor turun mutu berpotensi rugikan negara Rp1,2 triliun, sementara stok lama Bulog masih menumpuk. (ANTARA FOTO/Yudi/Lmo)

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, memperingatkan potensi kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun akibat 100 ribu ton beras impor yang mengalami penurunan mutu. 

Peringatan itu disampaikan dalam diskusi publik "Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional" di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Menurut Andreas, beras yang menurun mutunya berasal dari dua sumber utama. Pertama, sisa impor tahun lalu yang telah berusia lebih dari satu tahun. Kedua, gabah berkualitas rendah atau any quality yang diserap oleh Perum Bulog.

“Kondisi ini bisa berdampak pada kerugian besar bagi negara jika tidak segera ditangani. Kalau 100 ribu ton saja, nilainya sekitar Rp1,2 triliun,” kata Andreas.

Kekhawatiran itu semakin diperkuat setelah Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, mengakui masih ada cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 194.100 ton yang berusia di atas satu tahun. Stok tersebut merupakan hasil pengadaan tahun 2024 yang hingga kini belum terdistribusi.

Rizal juga menjelaskan, jumlah beras dengan usia simpan lebih dari enam bulan mencapai 1,18 juta ton atau 30,3% dari total stok di gudang Bulog.

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediyati Hariyadi, mendesak Bulog menerapkan prinsip “first in, first out” agar stok lama segera disalurkan ke masyarakat.

“Jangan sampai stok beras yang sudah terlalu lama menumpuk di gudang. Itu harus diprioritaskan keluar terlebih dahulu,” ujar Siti.

Menurutnya, langkah ini penting agar tidak semakin banyak beras impor maupun serapan dalam negeri yang mengalami penurunan mutu.

Di tengah lonjakan harga beras yang terjadi di 200 kabupaten/kota, Bulog meningkatkan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). 

Pada 25 Agustus 2025, Bulog mencatat rekor distribusi harian sebesar 8 ribu ton, lebih tinggi dari rata-rata 6-7 ribu ton per hari.

Langkah ini dinilai membawa dampak positif. Data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) menunjukkan harga beras medium turun di 196 kabupaten/kota, dari rata-rata Rp14.332 per kilogram pada minggu kedua Agustus menjadi Rp14.239 per kilogram pada minggu ketiga.

Meski begitu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras medium di 200 daerah masih melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Rata-rata harga zona 1 mencapai Rp14.005 per kilogram, lebih tinggi dari HET Rp12.500 per kilogram.

Di beberapa wilayah, kesenjangan harga terlihat lebih tajam. Di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, misalnya, harga beras premium tercatat mencapai Rp60.000 per kilogram.

Andreas menegaskan perlunya kehati-hatian pemerintah dalam mengelola cadangan beras, terutama yang berasal dari impor. 

Ia mengingatkan potensi kerugian negara bisa membesar jika beras impor yang sudah tidak layak konsumsi tetap disimpan tanpa kejelasan distribusi.

“Ini harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai kebijakan impor justru menimbulkan kerugian dan menambah beban negara,” ujarnya.