Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada 2029. Untuk mencapainya, dibutuhkan investasi sebesar Rp13.000 triliun dalam periode 2025–2029, dengan fokus pada hilirisasi dan ketahanan energi.

Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk menjalankan agenda prioritas nasional Astacita, terutama dalam memperkuat kemandirian energi dan hilirisasi sumber daya alam seperti batubara.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dua aspek utama dari Astacita yang diusung Presiden Prabowo Subianto adalah ketahanan energi dan hilirisasi. Keduanya disebut menjadi fondasi penting untuk mendorong target pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8 persen.

“Untuk tumbuh 8%, dibutuhkan investasi hingga Rp13.000 triliun di periode 2025–2029, dengan target investasi tahun depan sebesar Rp2.100 triliun,” ujar Airlangga dalan acara Mining Forum, Kamis (31/7/2025) seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Langkah konkret pun mulai digerakkan. Salah satunya adalah percepatan pengembangan Dimethyl Ether (DME), produk turunan batubara yang digadang-gadang bisa menggantikan LPG impor. 

Selama ini, Indonesia masih mengimpor LPG senilai Rp80 triliun per tahun, dengan subsidi energi yang mencapai Rp60–70 triliun. Proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim menjadi percontohan awal, dengan potensi penghematan hingga Rp7 triliun per tahun dan substitusi 1 juta ton LPG impor.

“Saat ini adalah momentum tepat untuk hilirisasi batubara karena siklus harga sedang turun. Mengingat ketika harga naik, hilirisasi dilupakan,” lanjut Airlangga.

Pemerintah tak hanya mengandalkan proyek. Sejumlah insentif fiskal digulirkan, termasuk penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diperkuat dengan deregulasi perizinan. Tujuannya untuk menarik investasi asing langsung (FDI) agar masuk ke sektor hilirisasi energi dan industri berbasis sumber daya alam.

Momentum ini juga didorong oleh kebutuhan struktural mengurangi impor energi dan menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Batubara tak hanya digunakan untuk DME, tapi juga diolah menjadi metanol untuk bahan baku biodiesel, yang mendukung agenda transisi energi secara bertahap.

Tak hanya DME, alternatif lain seperti jaringan gas kota dan kompor listrik juga terus dikembangkan. Target 4 juta sambungan gas rumah tangga dan 2 juta pengguna kompor listrik menjadi bagian dari strategi energi substitusi LPG yang lebih hemat dan efisien.

Transformasi ekonomi yang diusung pemerintah tak lepas dari tekanan global terhadap emisi karbon dan standar lingkungan. Karena itu, hilirisasi batubara dan pengembangan energi alternatif juga dibarengi dengan peta jalan dekarbonisasi industri nasional. Sertifikasi hijau dan efisiensi energi kini jadi syarat mutlak agar produk Indonesia tetap relevan di pasar ekspor.

Fabby Tumiwa, Direktur IESR, menilai langkah tersebut tak bisa ditunda. “Dekarbonisasi bukan sekadar tren, tapi keniscayaan agar industri tetap relevan di pasar global,” ujarnya.

Kolaborasi dengan mitra internasional pun diperluas. Jepang terlibat dalam pengembangan kawasan transit-oriented development (TOD), sementara AS-ASEAN Business Council mendorong investasi di sektor energi terbarukan dan industri strategis seperti pabrik baterai kendaraan listrik hingga smelter tembaga terbesar dunia.

Ketua Umum APINDO Shinta Widjaja Kamdani mengingatkan bahwa strategi ini harus konsisten dan terukur. “Indonesia perlu gelombang investasi baru yang berkelanjutan, termasuk efisiensi energi dan energi terbarukan,” ujarnya.

Namun di tengah ambisi besar ini, tantangan struktural tetap mengintai. Ketersediaan infrastruktur dan kepastian hukum menjadi dua hal yang harus dibereskan lebih dulu. Pemerintah telah menyiapkan penguatan 22 KEK, serta perluasan jaringan gas bumi, untuk menunjang industrialisasi dan distribusi energi secara merata.