Pemerintah Indonesia akan mengakhiri insentif impor mobil listrik pada akhir 2025. Mulai 2026, produsen wajib memproduksi kendaraan listrik di dalam negeri dengan aturan TKDN bertahap. (AFP/NHAC NGUYEN)

Pemerintah Indonesia akan mewajibkan seluruh produsen mobil listrik memproduksi kendaraan di dalam negeri mulai 1 Januari 2026, mengakhiri masa insentif impor yang berlaku sejak awal 2024. Kebijakan ini diambil untuk menekan beban fiskal negara dan melindungi industri otomotif lokal yang tertekan oleh masuknya mobil listrik impor.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, Mahardi Tunggul Wicaksono, menegaskan bahwa program insentif impor mobil listrik completely built up (CBU) akan berakhir pada 31 Desember 2025.

“Mulai 2026, enam produsen yang selama ini menerima insentif impor diwajibkan memproduksi mobil listrik di Indonesia,” kata Mahardi dalam keterangannya.

Enam perusahaan itu adalah BYD Auto Indonesia, Vinfast Automobile Indonesia, Geely Motor Indonesia, Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus, dan VW), serta Inchcape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Selama periode insentif, produsen menikmati pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) nol persen, sementara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya dikenakan 12 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari tarif normal 77 persen.

Kewajiban produksi lokal merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 yang menetapkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) secara bertahap.

Pada 2026, TKDN minimal ditetapkan 40 persen, lalu naik menjadi 60 persen pada 2027–2029, dan mencapai 80 persen mulai 2030. 

Selain itu, produsen harus memenuhi rasio 1:1, yaitu setiap satu unit mobil listrik yang diimpor harus diimbangi dengan produksi satu unit di dalam negeri dengan tipe dan jenis yang sama.

Kebijakan baru ini muncul di tengah kekhawatiran terhadap industri komponen otomotif lokal. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan lonjakan penjualan mobil listrik impor.

“Penjualan mobil listrik CBU meningkat dari 43.188 unit sepanjang 2024 menjadi 42.178 unit hanya dalam tujuh bulan pertama 2025,” kata Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara.

Sementara itu, penjualan mobil konvensional dengan TKDN tinggi terus menurun. Total penjualan mobil turun 10,1 persen menjadi 435.390 unit pada Januari–Juli 2025. 

Penurunan ini berdampak pada sejumlah perusahaan komponen lokal yang harus melakukan pemutusan hubungan kerja.

Pemerintah berharap kebijakan lokalisasi dapat mengurangi beban fiskal negara dari insentif impor dan sekaligus memperkuat industri otomotif nasional.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sebelumnya menyebut penggunaan kendaraan listrik akan membantu mengurangi konsumsi bahan bakar minyak yang selama ini membebani APBN.

Laporan International Council on Clean Transportation (ICCT) menyatakan Indonesia berpotensi menghemat subsidi energi hingga Rp 4.984 triliun pada 2060 apabila transisi kendaraan listrik dapat dipercepat.

Kebijakan lokalisasi mobil listrik ini dinilai sebagai upaya menyeimbangkan ambisi elektrifikasi dengan perlindungan terhadap industri dalam negeri, sekaligus menjaga keberlanjutan fiskal negara.