Pemerintah peringatkan soal pengibaran bendera fiksi seperti One Piece yang menggantikan Merah Putih. Menko Polkam tegaskan hal itu bisa dijerat pidana 5 tahun penjara sesuai UU No. 24 Tahun 2009. (teras7.com)

Pemerintah akhirnya angkat suara menyusul tren warganet mengibarkan bendera bajak laut Jolly Roger dari serial One Piece menjelang perayaan 17 Agustus. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Jenderal Pol (Purn.) Budi Gunawan menegaskan, tindakan itu bisa berujung pidana.

“Pengibaran bendera apa pun, termasuk simbol fiksi seperti One Piece, yang dilakukan untuk menggantikan atau merendahkan posisi Bendera Merah Putih, melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Tindakan tersebut mencederai kehormatan simbol negara,” tegasnya dalam pernyataan tertulis, Jumat (1/8).

Peringatan ini muncul setelah sejumlah video dan foto viral memperlihatkan pemuda mengibarkan bendera Jolly Roger di tiang-tiang rumah. Aksi itu memicu perdebatan publik di media sosial, sebagian menyebutnya sebagai “ekspresi fandom”, sebagian lagi mengecam karena dianggap “melecehkan momen sakral kemerdekaan”.

Merujuk UU No. 24 Tahun 2009, khususnya Pasal 57 dan 66, setiap warga negara dilarang menghina atau merendahkan simbol negara. Pelanggaran atas ketentuan itu bisa dikenai pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda maksimal Rp500 juta.

Tak hanya itu, Pasal 24 huruf C juga melarang pengibaran Bendera Merah Putih dalam kondisi rusak, robek, atau luntur menunjukkan bagaimana ketatnya regulasi soal kehormatan simbol negara.

“Kalau ada unsur kesengajaan untuk menempatkan bendera One Piece lebih tinggi dari Merah Putih, atau bahkan menggantikannya, ya bisa diproses hukum,” kata Budi Gunawan. “Kreativitas publik tetap kita hargai, tetapi jangan dilakukan di momen sakral seperti peringatan kemerdekaan dengan cara yang berpotensi melukai nilai-nilai kebangsaan.”


Komunitas Otaku Turut Mengimbau

Di tengah memanasnya isu ini, sejumlah komunitas anime di Indonesia ikut merespons. Ketua Komunitas Anime Indonesia, Rizky Maulana, mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan imbauan kepada anggotanya.

“Kami mendukung ekspresi kreatif, tapi tidak dalam bentuk yang bisa menyinggung nasionalisme. Hormati bendera Merah Putih dan momen kemerdekaan,” ujarnya.

Di media sosial, tagar seperti #MerahPutihHargaMati dan #JanganGantiBendera mulai meramaikan lini masa. Beberapa tokoh bahkan meminta pemerintah menggencarkan literasi simbol negara bagi generasi muda.


Simbol Negara Bukan Sekadar Kain

Pakar komunikasi budaya Universitas Indonesia, Dr. Anindya Rahmawati, menilai fenomena ini tak bisa dipandang sebagai sekadar aksi iseng.

“Ketika simbol fiksi bersinggungan dengan simbol negara, perlu ada kesadaran konteks. Bendera bukan hanya kain, ia adalah identitas kolektif yang dihormati dalam ruang publik,” tuturnya.

Kementerian Dalam Negeri bersama Kemendikbudristek kini tengah menggulirkan kampanye “Merah Putih di Hati”. Kampanye itu menyasar generasi muda, lewat lomba digital dan edukasi simbol kenegaraan berbasis budaya lokal.

Pemerintah tidak secara mutlak melarang penggunaan simbol budaya populer. Namun, ekspresi seperti mengibarkan bendera fiksi di momen sakral kenegaraan dinilai tidak etis dan bisa berbuntut hukum. Dalam peringatan HUT ke-80 RI, publik diminta fokus pada penghormatan terhadap nilai-nilai nasionalisme.

“Silakan ekspresikan diri, tapi jangan sampai menyinggung identitas bangsa,” tutup Budi Gunawan.