Menko Pangan Zulkifli Hasan mengungkap hampir semua kebutuhan pangan Indonesia masih bergantung pada impor, termasuk gandum, kedelai, dan gula. (Getty Images)

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan kondisi ketergantungan Indonesia pada impor pangan yang dinilainya sudah sangat mengkhawatirkan. Hal itu ia sampaikan dalam forum Indonesia Summit 2025 di Jakarta, Kamis (28/8/2025).

Dalam acara yang digelar di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Zulhas mengatakan sebagian besar kebutuhan pangan nasional saat ini masih berasal dari pasokan luar negeri.

"Keadaan kita sekarang ya, pangan kita hampir tergantung semuanya kepada impor, hampir semuanya," kata Zulkifli Hasan dalam pidatonya.

Data yang dipaparkan menunjukkan tiga komoditas utama yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari sepenuhnya mengandalkan impor. 

Gandum sebagai bahan baku roti dan mi instan mencapai 13 juta ton per tahun, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan 6 juta ton saat Zulhas pertama kali duduk sebagai anggota DPR.

"Kalau saudara pagi-pagi makan roti atau makan mi goreng, itu 100 persen impor, dari gandum. Saudara-saudara tahu berapa impornya? Kira-kira 13 juta ton (per tahun)," ujarnya.

Selain gandum, kebutuhan kedelai untuk bahan baku tahu dan tempe juga bergantung penuh pada impor dengan volume sekitar 3 juta ton per tahun, terutama dari Amerika Serikat dan Kanada.

Sementara itu, kebutuhan gula nasional mengandalkan impor hingga 6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, Brasil memasok 3,4 juta ton, Thailand 981 ribu ton, dan Australia 787 ribu ton.

Zulhas menegaskan, ketergantungan pada impor memberi dampak langsung terhadap stabilitas ekonomi nasional. 

"Kalau makan kita tergantung kepada impor, maka kita akan sangat tergantung kepada harga dunia," katanya.

Zulhas membandingkan kondisi sekarang dengan masa Orde Baru yang sempat mencapai swasembada pangan. Menurutnya, capaian itu berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi yang stabil tinggi.

"Sudah hampir 28 tahun, kita tidak pernah melebihi 5 persen pertumbuhan (ekonomi). Padahal pada masa lalu, kita bisa tumbuh 7,5-8 persen selama lebih dari 10 tahun karena swasembada pangan," jelasnya.


Target swasembada dan food waste

Pemerintah Presiden Prabowo Subianto menetapkan swasembada pangan sebagai prioritas. 

Dalam beberapa kesempatan, Prabowo bahkan mempercepat target pencapaian dari empat tahun menjadi satu tahun setelah melihat produksi pangan yang disebut meningkat 40-50 persen di sejumlah wilayah.

Meski demikian, Zulhas juga menyoroti paradoks yang terjadi. Di satu sisi Indonesia mengimpor pangan dalam jumlah besar, sementara di sisi lain menjadi salah satu negara dengan tingkat pemborosan makanan tertinggi di dunia.

"Kita impor pangan begitu besar, tapi kita borosnya nomor dua, food waste," ungkap Zulhas.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mencanangkan program pengolahan sampah melalui skema waste to energy dengan target menyelesaikan persoalan sampah dalam dua tahun mendatang.