Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah membentuk lembaga perlindungan industri untuk menghadapi serbuan produk impor ilegal yang menekan daya saing nasional. (OIKN)

Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah membentuk lembaga khusus perlindungan industri untuk menghadapi masuknya produk impor ilegal yang dinilai mengancam daya saing industri nasional. 

Desakan itu disampaikan dalam kunjungan kerja spesifik ke pabrik CV Sinar Baja Electric di Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis (28/8/2025).

Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI, Muhammad Hatta, menekankan perlunya lembaga tersebut mengingat produk impor ilegal bahkan sudah tercatat dalam katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

"Problemnya di situ, produk ilegal kok bisa masuk katalog LKPP. Itu harus kita garisbawahi," kata Hatta.

Menurutnya, keberadaan produk ilegal di pasar nasional menimbulkan dampak serius karena menekan harga pasar. 

Produk tersebut seharusnya dikenai pajak, namun dapat beredar luas tanpa kewajiban tersebut sehingga merugikan produsen lokal yang patuh aturan.

Hatta juga menyoroti praktik subsidi harga atau dumping policy yang dilakukan sejumlah negara. Ia mencontohkan produk asal Tiongkok yang dijual dengan harga sangat murah karena mendapat subsidi pemerintah.

"Kalau kita produksi dengan harga pokok Rp1 juta, mereka bisa menjual di bawah Rp500 ribu, karena ada subsidi dari negaranya. Itu membuat produk kita susah bersaing," jelasnya.

Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menekankan pentingnya insentif resmi bagi industri nasional dari hulu hingga hilir. 

Menurutnya, pemerintah perlu memfasilitasi pelaku usaha agar mampu bersaing di pasar domestik maupun global, misalnya melalui dukungan pemasaran di ajang pemerintah dan pameran internasional.

Novita juga menyoroti praktik curang dalam penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ia menyebut sejumlah produk yang tidak memenuhi syarat TKDN tetap dipasarkan dengan klaim mencapai 40 persen, padahal faktanya tidak sesuai.

Selain itu, ia menyinggung penurunan peringkat daya saing industri Indonesia. "Dulu kita berada di posisi 13, sekarang merosot ke posisi 30-40. Hal-hal seperti ini tentu mengancam kemajuan industri nasional kita," ujarnya.

Kunjungan ke CV Sinar Baja Electric, perusahaan yang telah lebih dari 40 tahun memproduksi speaker kelas dunia, menurut Hatta akan menjadi masukan untuk Panitia Kerja Daya Saing Komisi VII DPR RI. Masukan itu nantinya dibahas bersama kementerian terkait.

Usulan pembentukan lembaga perlindungan industri ini sejalan dengan desakan sebelumnya pada Mei 2025, ketika Komisi VII meminta pembentukan Satuan Tugas Perlindungan Industri Nasional untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif impor Amerika Serikat.

"Kalau perlindungan konsumen sudah ada, tapi perlindungan industri belum ada di Indonesia. Ini penting supaya industri kita bisa bertahan dan berkembang," tegas Hatta.