![]() |
| Komnas HAM mengungkap adanya kontrol informasi oleh aparat dan pemerintah saat demonstrasi di DPR. Temuan ini juga mencatat ratusan penahanan demonstran. (MI/Usman Iskandar) |
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap adanya pembatasan informasi serta penggunaan media sosial yang dilakukan aparat kepolisian dan pemerintah selama aksi demonstrasi di Gedung DPR.
Lembaga itu juga mencatat ratusan pengunjuk rasa ditahan sejak demonstrasi dimulai pada 25 Agustus hingga hari ini, Jumat (29/8).
Komnas HAM menilai terdapat upaya membatasi kebebasan berekspresi masyarakat dengan cara memantau dan mengendalikan arus informasi, termasuk melalui media sosial.
Salah satu bentuknya adalah rencana Polda Metro Jaya untuk memantau akun media sosial yang menyiarkan langsung jalannya demonstrasi.
“Pembatasan semacam ini dapat melanggar prinsip hak asasi, khususnya hak atas kebebasan berekspresi,” kata perwakilan Komnas HAM dalam keterangan tertulis, Jumat (29/8).
Komnas HAM juga menyoroti penggunaan kekuatan aparat yang dinilai berlebihan, tidak proporsional, dan tidak sesuai aturan internal kepolisian (Perkapolri).
Data Komnas HAM menunjukkan total 951 orang demonstran ditahan sejak awal aksi. Sebanyak 351 orang ditangkap pada 25 Agustus dan 600 orang pada 28 Agustus.
Lembaga ini menyebut ada dugaan penangkapan sewenang-wenang serta laporan korban luka akibat tindakan aparat.
Komnas HAM juga mencatat insiden meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang terlindas kendaraan taktis Brimob ketika aparat melakukan pengendalian massa.
Peristiwa ini dijadikan bukti adanya penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan demonstrasi.
Di tengah situasi tersebut, sebuah surat yang disebut berasal dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta beredar luas di media sosial sejak Jumat (29/8) pagi.
Surat itu berisi imbauan kepada lembaga penyiaran agar tidak menayangkan liputan demonstrasi yang menampilkan kekerasan secara berlebihan atau berpotensi provokatif.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Pemprov DKI Jakarta, Budi Awaluddin, menjelaskan surat tersebut dikeluarkan KPID dan hanya bersifat imbauan normatif.
“Berdasarkan hasil koordinasi dengan Ketua KPID DKI Jakarta, imbauan tersebut dikeluarkan oleh KPID dan menjadi kewenangan KPID dengan maksud sebagai imbauan normatif,” ujar Budi.
Namun, Ketua KPID Jakarta kemudian membantah bahwa lembaganya mengeluarkan surat resmi terkait larangan siaran demo. KPID menegaskan tetap mendukung kebebasan pers dan menolak segala bentuk pembatasan liputan media.
“Kami menekankan prinsip jurnalistik harus dijunjung tinggi, tidak ada larangan menyiarkan demonstrasi,” kata Ketua KPID DKI Jakarta dalam pernyataan terpisah.
Dengan temuan ini, Komnas HAM menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam pengelolaan demonstrasi di DPR, mulai dari pembatasan informasi hingga penahanan massal.
Sementara itu, kontroversi surat imbauan KPID Jakarta menunjukkan adanya kebingungan publik terkait batasan liputan media atas aksi protes yang terus berlangsung di ibu kota.


0Komentar