Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mendatangi massa aksi di Mapolda DIY pada Sabtu (30/8/2025) dini hari untuk menyampaikan belasungkawa, mendengar aspirasi, dan mengajak penyelesaian masalah secara damai.
Dalam pertemuan tersebut, Sultan juga memfasilitasi pembebasan delapan orang pendemo yang sempat diamankan.
Kedatangan Sultan terjadi sekitar pukul 01.00 WIB usai pertemuan tertutup dengan Kapolda DIY Irjen Pol Anggoro Sukartono serta perwakilan massa aksi.
Ia memutuskan datang langsung setelah kembali dari Jakarta untuk meredam potensi konflik yang sempat memanas di sekitar lokasi aksi.
“Saya ingin mendengar langsung apa yang menjadi persoalan dan bagaimana kita bisa menyelesaikannya dengan baik,” kata Sultan kepada massa yang berkumpul di halaman Mapolda.
Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan pembebasan delapan orang yang sebelumnya diamankan polisi. Mereka kemudian dikembalikan kepada para pendemo setelah Sultan berdialog dengan pihak kepolisian.
Sultan menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas dalam insiden terkait unjuk rasa di Jakarta beberapa waktu lalu.
“Saya sangat prihatin dan mengucapkan duka cita atas meninggalnya Affan Kurniawan. Kenapa selalu ada korban dalam membangun demokratisasi?” ujarnya di hadapan para peserta aksi.
Ia juga menegaskan bahwa aksi semacam ini merupakan bagian dari proses demokratisasi di Yogyakarta.
“Apa yang Anda semua lakukan itu salah satu dari keinginan kita bersama untuk tumbuhnya demokratisasi di Jogja. Saya pun sepakat dengan itu,” tambahnya.
Sultan meminta agar penyampaian aspirasi dilakukan dengan cara damai dan mengedepankan musyawarah. Menurutnya, Yogyakarta memiliki tradisi menyelesaikan masalah tanpa kekerasan.
“Di Yogyakarta ini tidak ada kebiasaan selalu terjadi kekerasan-kekerasan di dalam membangun demokratisasi. Kami selalu punya diskusi, punya dialog dengan teman-teman ojol kalau ada problematika,” kata Sultan.
Ia juga mengajak massa untuk membubarkan diri setelah pertemuan berakhir. “Mari kita sama-sama pulang dan tidur. Kita sudah capek, semuanya ada di sini,” tuturnya.
Sultan menyatakan kesediaannya untuk menjadi penghubung antara perwakilan massa dengan pemerintah pusat, namun dengan syarat adanya surat resmi.
“Jadi kalau tenaga saya, pikiran saya dibutuhkan, silakan. Tapi saya harus dapat suratnya, karena surat itu sebagai dasar saya untuk mendiskusikan dengan pemerintah pusat,” jelasnya.
Ia meminta agar surat tersebut diserahkan oleh dua atau tiga perwakilan saja.
Aksi massa ini dipicu oleh kematian Affan Kurniawan di Jakarta yang memicu kemarahan kelompok pengemudi ojek online.
Di Yogyakarta, aksi tersebut sempat diwarnai ketegangan, termasuk pembakaran kendaraan dan fasilitas kepolisian sebelum situasi kembali terkendali.
Sebagai Gubernur dan Sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X memiliki peran ganda yaitu pemimpin pemerintahan dan pemimpin budaya.
Pendekatannya kali ini sejalan dengan sikapnya di masa lalu yang mendukung demokrasi, termasuk partisipasinya dalam gerakan reformasi 1998.
Pembebasan delapan orang pendemo diharapkan menjadi langkah awal bagi proses dialog yang lebih konstruktif.
“Bersama ini juga bersama saya juga berada di sini. Saya kembalikan kepada saudara-saudara. Karena itu teman Anda, Anda semua. Dengan demikian harapan saya, kita bisa membangun dialog yang berkelanjutan,” kata Sultan.
Pendekatan Sultan dinilai berhasil menurunkan ketegangan di lapangan. Kesediaannya memfasilitasi dialog membuka jalan bagi komunikasi yang lebih terstruktur antara komunitas pengemudi ojek online dengan pemerintah pusat.
Namun, kelanjutan proses ini akan bergantung pada respons pemerintah pusat dan kecepatan perwakilan massa dalam menyampaikan surat resmi seperti yang disyaratkan.
Di sisi lain, pemerintah daerah tetap menegaskan komitmennya untuk menjaga hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat sekaligus mencegah eskalasi konflik.

0Komentar