![]() |
Serangan udara Rusia di Kyiv menewaskan sedikitnya 18 orang dan merusak gedung delegasi Uni Eropa serta kantor British Council, memicu kecaman internasional. (News Sky) |
Rusia meluncurkan serangan udara terbesar di Kyiv sejak Juli pada dini hari Kamis (28/8), menewaskan sedikitnya 18 orang termasuk empat anak. Serangan yang melibatkan ratusan drone dan rudal itu juga merusak parah gedung delegasi Uni Eropa serta kantor British Council di ibu kota Ukraina.
Militer Ukraina menyebut Rusia meluncurkan total 629 drone dan rudal dalam serangan tersebut. Senjata yang digunakan mencakup drone serang Shahed, drone umpan, rudal jelajah, hingga rudal balistik hipersonik Kinzhal.
Pertahanan udara Ukraina berhasil mencegat 563 drone dan 26 rudal. Namun, sisanya menimbulkan kerusakan besar di tujuh distrik Kyiv, termasuk hampir 100 bangunan yang terdampak. Di antaranya kompleks perumahan, pusat perbelanjaan, dan infrastruktur penting.
Dua rudal bahkan menghantam hanya dalam jarak 50 meter dari gedung delegasi Uni Eropa dalam selang waktu 20 detik. Ledakan gelombang kejut menyebabkan kerusakan yang digambarkan pejabat sebagai “parah”.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengonfirmasi tidak ada staf Uni Eropa yang terluka. Namun ia menyebut serangan itu sebagai penargetan fasilitas diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ini menunjukkan bahwa Kremlin tidak akan berhenti untuk meneror Ukraina, membunuh warga sipil secara membabi buta pria, wanita, anak-anak bahkan menargetkan Uni Eropa,” kata von der Leyen dalam konferensi pers di Brussels.
Gedung British Council juga mengalami kerusakan signifikan. Scott McDonald, Kepala Eksekutif British Council, menyebut seorang petugas keamanan terluka namun dalam kondisi stabil.
Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan jendela-jendela gedung hancur, puing berserakan di pintu masuk, dan dinding penuh lubang serpihan.
Uni Eropa segera memanggil kuasa usaha Rusia untuk Uni Eropa, Karen Malayan, di Brussels. Perwakilan Tinggi Uni Eropa Kaja Kallas menegaskan bahwa “tidak ada misi diplomatik yang seharusnya menjadi target”.
Dari London, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut serangan itu “tidak masuk akal”. Ia menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin “membunuh anak-anak dan warga sipil” sekaligus “merusak harapan perdamaian”.
Pemerintah Inggris juga memanggil duta besar Rusia sebagai protes atas kerusakan gedung British Council.
Menurut pakar hukum, serangan ini berpotensi melanggar Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, yang menjamin perlindungan terhadap gedung misi asing.
Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha menuduh Moskow melakukan pelanggaran langsung terhadap konvensi tersebut.
Serangan ini berlangsung dua pekan setelah pertemuan puncak Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska pada 15 Agustus. Pertemuan itu gagal menghasilkan gencatan senjata yang sebelumnya diharapkan, dan berakhir tanpa kesepakatan konkret.
Trump akhirnya mengikuti preferensi Putin yang menginginkan negosiasi perdamaian menyeluruh alih-alih penghentian tembak-menembak segera.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut serangan terbaru itu sebagai “jawaban Rusia terhadap upaya perdamaian internasional”. “Rusia memilih balistik daripada meja perundingan,” ujarnya, sambil menyerukan sanksi baru yang lebih keras terhadap Moskow.
Katarina Mathernova, duta besar Uni Eropa untuk Ukraina, menilai waktu serangan ini menjadi sinyal penolakan Kremlin terhadap diplomasi. “Ini adalah jawaban nyata Moskow terhadap upaya perdamaian,” katanya.
Sebagai respons, von der Leyen mengumumkan Uni Eropa akan meluncurkan paket sanksi ke-19 terhadap Rusia.
Ia juga menyatakan blok Eropa akan mempercepat rencana penggunaan aset Rusia yang dibekukan senilai sekitar €210 miliar untuk mendukung pertahanan dan rekonstruksi Ukraina.
Serangan besar ini menandai eskalasi terbaru dalam perang yang memasuki tahun ketiga, sekaligus mempertegas ketegangan antara upaya diplomatik internasional dan tindakan militer Rusia di lapangan.

0Komentar