![]() |
Utang pemerintah Indonesia melonjak Rp2.125 triliun menjadi Rp10.269 triliun pada 2024. Sri Mulyani klaim fiskal tetap solid dengan aset Rp13.692 triliun. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat) |
Utang pemerintah Indonesia melonjak tajam sepanjang 2024, menembus angka Rp10.269 triliun pada akhir tahun. Kenaikan sebesar Rp2.125 triliun dari posisi 2023 yang sebesar Rp8.144 triliun ini menjadi sorotan, namun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa posisi fiskal Indonesia tetap kokoh.
Meski beban utang bertambah, kekayaan bersih negara dan cadangan anggaran dinilai masih cukup untuk menyangga kebutuhan pembangunan dan transisi pemerintahan.
Lonjakan utang ini, sebagaimana diungkap Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 1 Juli 2025, mencerminkan tantangan fiskal di tengah tekanan ekonomi global.
Angka Rp10.269 triliun tersebut merupakan gabungan utang jangka pendek dan jangka panjang, termasuk potensi liabilitas kontingen seperti jaminan utang badan usaha milik negara (BUMN) dan kemitraan publik-swasta (PPP).
“Kewajiban negara memang meningkat, tapi posisi fiskal kita tetap solid,” tegas Sri Mulyani, seraya menyoroti total aset negara yang mencapai Rp13.692,4 triliun.
Angka ini naik dari Rp13.072,8 triliun pada 2023, menunjukkan bahwa kekayaan negara masih jauh melampaui kewajiban.
Ekuitas atau kekayaan bersih negara tercatat sebesar Rp3.423,4 triliun pada akhir 2024, meski sedikit turun dari Rp3.536,1 triliun pada tahun sebelumnya.
Menurut Sri Mulyani, angka ini tetap mencerminkan kapasitas fiskal yang kuat untuk mendukung pembangunan jangka panjang, terutama di tengah transisi pemerintahan dari Presiden RI ke-7 Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto yang dimulai Oktober 2024.
“Aset kita jauh lebih besar dari kewajiban, dan ini memberikan ruang fiskal yang memadai,” ujarnya, menepis kekhawatiran bahwa lonjakan utang akan mengguncang stabilitas ekonomi.
Di sisi lain, Saldo Anggaran Lebih (SAL) tercatat Rp457,5 triliun pada akhir 2024, turun tipis dari proyeksi sebelumnya.
Meski begitu, Sri Mulyani menilai angka ini cukup untuk menjadi bantalan fiskal, terutama selama masa transisi pemerintahan.
“SAL ini memastikan kita punya cadangan untuk menjaga stabilitas, baik dalam menghadapi guncangan ekonomi maupun kebutuhan mendesak,” katanya.
Cadangan ini menjadi krusial, mengingat APBN 2024 mencatat defisit sebesar Rp215,7 triliun, atau setara 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit ini lebih rendah dari perkiraan awal 2,7% PDB, menunjukkan disiplin fiskal yang terjaga sesuai batas aman 3% PDB berdasarkan Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Namun, lonjakan utang ini tak lepas dari sorotan. Data CEIC menunjukkan rasio utang pemerintah terhadap PDB berada di level 39,2% pada Desember 2024, masih di bawah ambang batas aman 60% yang ditetapkan undang-undang.
Meski demikian, kenaikan utang sebesar Rp2.125 triliun dalam setahun memunculkan pertanyaan tentang komposisi kewajiban negara.
Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengingatkan bahwa angka Rp10.269 triliun kemungkinan mencakup liabilitas kontingen, seperti jaminan utang BUMN, yang bisa menambah risiko fiskal jika tidak dikelola dengan hati-hati.
“Pemerintah harus transparan soal komponen kewajiban ini. Jika utang produktif, seperti untuk infrastruktur, itu wajar. Tapi kalau untuk belanja rutin, ini bisa jadi masalah,” ujar Faisal kepada CNBC Indonesia.
Laporan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Juni 2024 juga menyoroti pentingnya pengelolaan liabilitas kontingen untuk menjaga stabilitas fiskal.
Meski begitu, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan antara pembiayaan utang dan produktivitas anggaran.
“Kami pastikan utang digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti investasi infrastruktur dan program sosial,” katanya.
Pendapatan negara yang hanya mencapai Rp3.115,3 triliun, lebih rendah dari belanja operasional Rp3.353,6 triliun, memang menjadi penyebab defisit.
Namun, pemerintah mengklaim hal ini masih terkendali berkat strategi pengelolaan utang yang prudent.
Sri Mulyani optimistis, posisi aset yang kuat dan SAL yang memadai akan menjadi penyangga. “Kami punya fondasi yang solid untuk melanjutkan pembangunan tanpa mengorbankan stabilitas,” pungkasnya.
0Komentar